Ayahnda

Ayahnda

Sabtu, 28 April 2012

Kisah Ayahnda Ibrahim a.s. Bapa Kepada Anbia’.



“Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan kamu dalam agama suatu kesempitan. Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu”. Surah Al Hajj (22) ayat 78.

Assalamu’alaikum...wrt, semoga kita semua dirahmati Allah azawajalla.

Al-Quran telah menerangkan bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang tua kepada bangsa Arab. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang ditujukan kepada orang-orang Mu’min Arab dalam ayat di atas.

Kemudian Al-Quran menjelaskan pula bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang tua para Nabi yang datang sesudahnya. Allah s.w.t. berfirman, “Dan kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya’aqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” Surah Al-An’aam (6) ayat 84 – 86.


Dari nas Al-Quran ini teranglah bagi kita bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah moyang orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam. Dan Nabi-nabi dari ketiga-tiga agama ini bertemu dalam satu keturunan. Mereka berasal dari satu negeri dan berusaha mencapai satu tujuan, yaitu; melaksanakan wasiat-wasiat Allah Ta’ala yang diturunkan kepada mereka, dan menyeru kepada beribadah terhadap Allah s.w.t. semata-mata.

Babilon kota kelahiran Ayahnda Ibrahim a.s.

Berdasarkan perbandingan antara ungkapan yang terdapat di dalam Safru’t-Takwin dan penemuan para sarjana archaeology, dapatlah dibuktikan bahwa masa Ayahnda Ibrahim a.s. itu tidak akan kembali kepada 2000 tahun sebelum masihi. Dan negeri Ur (Caldania) adalah tempat Ayahnda Ibrahim a.s. dibesarkan. Negeri itu sekarang dikenal dengan nama Mughir, terletak di antara sungai Tigris dan Eufrat, di padang yang luas sampai ke selatan. Kemudian Safru’t-Takwin menerangkan bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. telah pergi bersama ayahnya menuju dekat Kota Haran di barat jauh Mesopotamia.


Sumber-sumber Arab menyebut bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. dilahirkan di Babilon (Tarikhu’th Thabari). Dan ahli sejarah, Yakut (Mu’jamu’l-Buldan tentang Babilonia) menggambarkan negeri Babilon sebagai berikut, “Ia berada di antara Tigris dan Eufrat yang disebut As-Sawad. Ayahnda Ibrahim a.s. dilahirkan pada masa Raja Namrud bin Kan’an bin Kusy.”

Sejarah menetapkan bahwa pada masa Ayahnda Ibrahim a.s. hidup di Iraq, kebudayaan Babilonlah yang mendominasi di sana. Apa sebenarnya kepercayaan penduduk Babilon itu? Mengetahui kepercayaan mereka ini akan sangat membantu kita dalam memahami ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan kepercayaan kaum Ayahnda Ibrahm a.s.


Penduduk Kota Babilon mempunyai banyak ‘tuhan’. Setiap Bandar mempunyai satu ‘tuhan’ yang memeliharanya. Daerah-daerah dan perkampungan pun mempunyai ‘tuhan-tuhan kecil’ yang disembah, di samping secara rasmi mereka menyerahkan diri kepada ‘tuhan’ yang terbesar. Kemudian, sedikit demi sedikit berkurangan jumlah ‘tuhan-tuhan’ itu, setelah ‘tuhan-tuhan kecil’ itu ditafsirkan sebagai gambaran-gambaran atau sifat-sifat bagi ‘tuhan-tuhan’ yang besar. Atas dasar ini, maka Marduk menjadi ‘tuhan’ Babilon yang terbesar.


Raja-raja adalah orang-orang yang merasa sangat memerlukan ampunan dari ‘tuhan-tuhan’. Oleh sebab itu, mereka mendirikan haekal-heakal dan menyajikan peralatan-peralatan, makanan dan anggur.

Di dalam lingkungan yang didominasi oleh banyak ‘tuhan’ dan pembuatan patung-patung untuk disembah, Allah ta’ala telah memberi petunjuk dan hakikat yang agung kepada Ayahnda Ibrahim a.s. Sehingga Baginda sadar akan kebenaran pendapatnya dan wahyu Tuhan, bahwa Allah itu Satu dan hanya Dialah yang memelihara alam ini. Maka Ayahnda Ibrahim a.s. bertekad memberikan peringatan dan menyelamatkan kaumnya dari kebatilan dan kesyirikan. Untuk itu, Baginda pergi bertemu mereka untuk memberi nasihat, dan melarang kebiasaan salah yang mereka lakukan.


Inilah yang dijelaskan Al-Quran kepada kita dangan firman Allah s.w.t., “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim bekata kepada bapaknya dan kaumnya, ‘Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?’. Mereka menjawab, ‘Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya’. Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata’. Mereka menjawab, ‘Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?’. Ibrahim berkata, ‘Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.” Surah Al-Anbiyaa’ (21) ayat 51 – 56.


Alasan penyembahan patung-patung itu adalah kerana didapati bapa-bapa mereka biasa menyembahnya. Oleh sebab itu, mereka pun mengikutinya. Ini adalah alasan lemah yang dikemukakan oleh para perosak pada setiap zaman di hadapan orang-orang yang mengadakan perbaikan. Yang menyebabkan alasan itu lemah adalah kerana mereka tidak menggunakan akal fikiran. Mereka hanya ikut-ikutan kepada orang-orang sebelumnya, sehingga tak ubahnya seperti binatang.

Oleh sebab itu, Ayahnda Ibrahim a.s. ingin membebaskan kaumnya dari penyembahan terhadap berhala-berhala dan dampak negative berupa keyakinan terhadap cerita-cerita bohong. Untuk menghubungkan manusia kepada hakikat agung yang wajib dicari oleh setiap manusia di atas bumi ini, tidak lain hanyalah ibadat kepada Allah s.w.t. semata-mata.


Perkataan inilah yang ditujukkan Ayahnda Ibrahim a.s. kepada kaumnya, “Ibrahim berkata, ‘Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, kerana sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta alam, (yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” Surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 75 – 82.


Demikianlah keimanan Ayahnda Ibrahim a.s. Keimanan seorang yang menyerahkan diri kepada Tuhannya dengan segenap anggota badannya. Keimanan yang melepaskan kegelisahan dan kesedihan dari dalam jiwa, lalu menyempurnakan ketenangan dan kebahagiaan kepadanya. Keimanan yang menyelamatkan jiwa dari penyerahan diri kepada cerita-cerita bohong dan kecenderungan kepada angan-angan kosong. Sesungguhnya tidak ada yang memberi rezeki, yang menyembuhkan, yang menghidupkan, yang mematikan dan yang mengampuni dosa selain daripada Allah s.w.t. Tuhan alam semesta.

Bersambung, insyaAllah.

Jumaat, 20 April 2012

Kisah Bapa Kepada Para Nabi yakni Ayahnda Ibrahim a.s.



“Dan ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam kitab (al-Quran), sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang Nabi.” Surah Maryam (19) ayat 41.

Ayahnda Ibrahim a.s. adalah seorang nabi yang sangat cepat membenarkan semua hal ghaib yang datang dari Allah ta’ala. Ayahnda Ibrahim a.s. mempunyai kedudukan yang agung di sisi para pemeluk tiga agama ; Yahudi, Kristien dan Islam. Nama Baginda selalu disebut-sebut dan dihubungkan dengan penghormatan, doa dan keagungan. Di antara para Rasul, Ayahnda Ibrahim a.s. termasuk salah seorang Ulu’l-‘Azim.

Ayahnda Ibrahim a.s. telah bersungguh-sungguh di dalam berdakwah untuk beribadah kepada Allah ta’ala dan pengesaan-Nya. Dan Baginda telah merelakan dirinya untuk mati di jalan ‘aqidah yang ia percayai. Hidupnya penuh dengan pengorbanan demi Tuhannya. Maka, perbuatannya dijadikan sebagai perumpamaan yang hidup dari keikhlasan dan kecintaan yang sangat mendalam kepada Allah s.w.t. bagi seluruh umat sesudahnya.


Kedudukan dan ketinggian posisinya juga telah mencerminkan bahwa baginda adalah Bapa para Nabi, maka setiap Kitab yang diturunkan dari langit kepada salah seorang di antara para Nabi setelah Ayahnda Ibrahim a.s. adalah dari keturunan dan pengikutnya. Ini adalah suatu kedudukan bagi Ayahnda Ibrahim a.s. yang tidak ada kedudukan apa pun yang mengunggulinya.

Sebelum hamba melanjutkan kisah Ayahnda Ibrahim a.s. izinkan hamba menyentuh sedikit kisah Nabi Hud a.s. dan Nabi Shalih a.s.


Ahli sejarah sepakat membahagikan bangsa Arab kuno menjadi tiga golongan : Arab Ba’idah, Arab ‘Aribah dan yang terakhir Arab Musta’ribah. Golongan Arab Ba’idah terbahagi menjadi beberapa kaum, di antaranya kaum ‘Ad dan Tsamud.

Kaum ‘Ad adalah keturunan ‘Ad bin ‘Aus bin Iram. Kaum Tsamud adalah keturunan Tsamud bin Jatsir bin Iram. Iram adalah anak Sam bin Nuh a.s. Sebab dinamakan Arab Al Ba’idah kerana mereka telah punah, tak satu pun keturunannya yang tersisa. Adapun ‘Ad dan Tsamud dinamakan juga Arab Al ‘Aribah kerana fanatik terhadap kebangsaannya.

Para sejarawan membahagi kaum ‘Ad menjadi dua ; kaum ‘Ad period pertama dan kaum ‘Ad period kedua. Kaum ‘Ad period pertama adalah orang yang terkenal kuat dan pemberani. Kaum ‘Ad terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang lebih dari seribu kelompok.



Al-Quran menunjukkan adanya kaum ‘Ad period pertama ini sebagai berikut,
“Dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum ‘Ad yang pertama, dan kaum Tsamud, maka tidak seorang pun yang ditinggalkan hidup”. Surah An-Najm (53) ayat 50 dan 51.

Allah s.wt. telah mengutus seorang Rasul kepada kaum ‘Ad yang bernama Hud a.s. dari keturunan Abdullah ibnu Al-Khulud ibnu ‘Ad ibnu Aus ibnu Iram. Al-Khulud adalah salah satu kabilah kaum ‘Ad yang menurut para sejarawan terdiri dari 11 kelompok.

Dapat difahami dari ayat Al-Quran bahwa tempat tinggal kaum ‘Ad di Al-Ahqaf, Allah ta’ala berfirman; “Dan ingatlah (Hud) sudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia member peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaf.” Surah Al-Ahqaaf (46) ayat 21.

Al-Ahqaf merupakan kata jamak, kata tunggalnya adalah Haqfun, berarti ar-rimal (pasir-pasir). Al-Quran tidak menyebutkan secara pasti, tetapi sejarawan mengatakan bahwa letak Al-Ahqaf antara Yaman dan Aman sampai Hadramaut dan As-Syajar.



‘Ad telah mendirikan sebuah kota yang dinamakan Iram, sebagaimana disebutkan oleh Al-Quran, “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi”. Surah Al-Fajr (89) ayat 6 dan 7.

Ahli purbakala berpendapat berdasarkan penelitian, bahwa Kota Iram terletak di Gunung Ram, 25 mil dari ‘Aqabah. Telah ditemukan di sisi gunung itu peninggalan Jahiliyah Kuno.
Para sejarawan menyebutkan bahwa kaum ‘Ad adalah penyembah tiga berhala yakni Shada, Shamud dan Al-Haba.



Dakwah ke Jalan Allah.

Ayahnda Hud a.s. menyeru kaumnya untuk beribadah kepada Allah ta’ala semata-mata, dan meninggalkan segala bentuk penyembahan terhadap berhala. Kerana, hal itu merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menghindari siksa pada hari kiamat.

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum ‘Ad saudara mereka (Hud). Ia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. Surah Al-A’raaf (7) ayat 65.

“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya (dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah’, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab di hari yang besar”. Surah Al-Ahqaaf (46) ayat 21.

Kaum ‘Ad beri’tikad bahwa berhala-berhala itu merupakan sekutu Allah ta’ala, dan dapat memberi pertolongan di sisi Allah ta’ala. Maka, Ayahnda Hud a.s. menasihati mereka, “Kamu sekalian berbohong dalam pengakuan kalian itu, kerana tak ada satu pun yang patut disembah kecuali Allah ta’ala”. Lihat surah Huud (11) ayat 50.



Akan tetapi, apakah hasil dakwah yang dapat diperoleh dari kaum ‘Ad? Mereka menghina Ayahnda Hud a.s. dan meremehkannya. Mereka menganggap Ayahnda Hud a.s. sebagai bodoh, tidak berakal dan bohong. Tetapi Ayahnda Hud a.s. membantah tuduhan dan anggapan mereka itu. Untuk memperkuatkan bantahannya, Ayahnda Hud a.s. mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Rasul yang diutus Allah ta’ala, Tuhan semester alam ini, dan Ayahnda Hud a.s. tidak mempunyai motivasi lain dalam dakwahnya kecuali untuk memberi nasihat. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 66-68.

Kaum ‘Ad dilanda kemarau panjang. Tak ada hujan selama 3 tahun, sesudah Ayahnda Hud a.s. berdakwah kepada kaumnya mengikuti petunjuk Allah ta’ala tetapi mereka menentang tidak mahu mengikutinya. Kemarau panjang itu sebagai peringatan bahwa saat datangnya azab sudah dekat. Ketika itu, Ayahnda Hud a.s. member fatwa, menasihati kaumnya. “Berdoalah kepada Tuhan kalian memohon ampun atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan, kemudian bertaubatlah kembali kepada Tuhan. Jika kalian lakukan, niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat. Maka perbanyaklah kebaikan-kebaikan, niscaya Tuhan menambah kekuatan kalian. Ingatlah, jangan sekali-kali kalian menentang ajakanku untuk berbakti kepada Allah s.w.t., kerana akan mengakibatkan kalian kufur dan berdosa besar.”  Lihat surah Huud (11) ayat 52.

Sesudah dilanda kemarau panjang selama 3 tahun, datanglah perintah Allah s.w.t. menrunkan azab kepada kaum ‘Ad setelah mereka terus-menerus mengingkari risalah Nabi Hud a.s. Allah ta’ala menyelamatkan Ayahnda Hud a.s. dan orang-orang Mukmin dari azab itu, sedang orang-orang kafir yang bergelimang dosa itu dihancurkan. Lihat surah Hud ayat 58.



Adapun cara menyelamatkan Ayahnda Hud a.s. dan orang-orang Mukmin, Al-Quran tidak menerangkan. Hanya sebahagian sejarawan berpendapat bahwa selamatnya Ayahnda Hud a.s., dia meninggalkan kaumnya sesudah menemui jalan buntu dalam berdakwah, lantaran kaum ‘Ad tetap tidak mahu menerima dakwahnya itu. Kepergian Ayahnda Hud a.s. diikuti orang-orang yang beriman menuju kota Makkah. Di sana Ayahnda Hud a.s. tinggal dan tak lama kemudia meninggal dan dimakamkan di sana pula.

Firman Allah ta’ala, “Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus, maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.” Surah Al-Haaqqah (69) ayat 6-8.

“Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak membiarkan suatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk.” Surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 41dan 42.



Kepada kaum Tsamud, Allah s.w.t. mengutus seorang Rasul yang bernama Shalih a.s. ibnu ‘Ubaid ibnu Arif ibnu Maasikh ibnu ‘Ubaid ibnu Khaidir ibnu Tsamud ibnu Jatsir ibnu Iram.

Allah s.w.t. mengutus Ayahnda Shalih a.s. kepada kaum Tsamud untuk mengajak mereka beribadah kepada Allah s.w.t. dan meninggalkan penyembahan patung-patung. Ajakan Ayahnda Shalih a.s. kepada mereka, “Hai kaumku, beribadahlah hanya kepada Allah ta’ala semata-mata. Jangan menyekutukannya dengan sesuatu pun. Dia yang menciptakan kamu dari tanah, Dialah yang menjadikan kamu dapat membangun dengan menyediakan sarana-sarana pembangunan. Maka pantaslah kalian harus memohon ampun kepada-Nya atas perbuatan dosa yang telah kalian lakukan. Bertaubatlah kepada-Nya kerana Allah ta’ala itu dekat dengan kalian, mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa, mengampuni dosa orang yang bertaubat, jika ia benar-benar beriman dan ikhlas dalam berdoa. Lihat surah Huud (11) ayat 61.



Al-Quran tidak menentukan tempat tinggal kaum Tsamud, tetapi firman Allah menjelaskan, “Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.” Surah Al-Fajr (89) ayat 9.

Jadi tempat tinggal mereka di daerah pergunungan batu. Yang di maksud lembah oleh ayat ini ialah lembah Al-Qura. Di lembah inilah mereka tinggal. Kebanyakan ahli sejarah menentukan desa Al-Hajr sebagai perkampungan kaum Tsamud. Mereka menyebutkan bahwa di sana ada sebuah sumur yang dinamakan sumur Tsamud. Rasulullah s.a.w. pernah mendatangi sumur itu pada waktu perang Tabuk, dan melarang sahabat-sahabatnya meminum air dan memasuki rumah-rumah di kampung itu.

Kaum Tsamud adalah penyembah banyak berhala, antara lain, Wad, Jad, Had, Syams, Manaf, Manaat, Al-Lata dan sebagainya.

Kemewahan Yang Menghancurkan.



Kaum Tsamud membohongkan Nabi yang diutus Allah s.w.t., menolak ajakannya untuk beribadah kepada Allah ta’ala, bertakwa dan meng-Esakan-Nya. Padahal ia Rasul yang dapat dipercayai dan tak mengharapkan upah dalam menyampaikan ajaranya.

Kebiasaan kabilah Tsamud bergelimang dalam kemewahan material antara lain dalam masalah makanan, minuman dan tempat tinggal dengan bangunan-bangunan yang menjulang kukuh. Sehingga mereka ingkar terhadap Nabinya yang bernama Shalih a.s. Ayahnda Shalih a.s. berkata menasihati mereka, “Apakah kalian mengira Alah ta’ala akan membiarkan kalian bersenang-senang dengan kenikmatan itu. Apakah kalian mengira dapat melindungi diri kalian dari azab Allah s.w.t., sehingga kalian berpoya-poya sekehendak hati dengan kebun-kebun, mata air, pertanian dengan buah kurmanya yang manis dan masak. Kalian pahat bagian-bagian gunung untuk dijadikan tempat tinggal dan rumah-rumah yang nyaman menyenangkan. Kemudian kalian tidak mahu mensyukuri nikmat Allah ta’ala yang banyak ini. Bertakwalah kepada Allah s.w.t., taatilah nasihat-nasihatku. Aku mengajak kalian ke jalan Allah s.w.t., janganlah kalian turutkan perbuatan-perbuatan orang yang melampaui batas. Mereka melampaui batas (mempengaruhi kalian) dalam kekufuran dan kemaksiatan. Mereka membabibuta membuat kemaksiatan di dunia dan tidak mengetahui jalan yang benar. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 141 – 152.



Selanjutnya Ayahnda Shalih a.s. berkata kepada mereka, “Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di Bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka Bumi membuat kerusakan.” Surah Al-A’raaf (7) ayat 74.

Kaum Tsamud tidak mahu percaya terhadap nasihat-nasihat Ayahnda Shalih a.s. Bahkan sebaliknya, mereka menuduh bahwa Ayanda Shalih a.s. terkena sihir yang mengganggu fikirannya. Sehingga dengan pengaruh sihir itu, ia telah mengaku sebagai utusan Allah s.w.t. Mereka menuntut Ayahnda Shalih a.s. menunjukkan mu’jizat bila ia benar-benar Rasul Allah ta’ala. Kemudian Ayahnda Shalih a.s. mendatangkan seekor unta betina hamil dan gemuk yang diciptakan oleh Allah s.w.t. dari ketulan bukit batu ditengah-tengah gurun pasir kepada mereka.


Ayahnda Shalih a.s. merintahkan agar mereka jangan mengganggu, menghina, mengusir, menunggangi atau menyembelih unta itu. Allah ta’ala menyediakan air minum unta itu pada hari yang telah ditentukan, dan untuk mereka disediakan air minum pada hari lain. Allah s.w.t. mengancam akan menyiksa mereka apabila berbuat jahat terhadap unta itu. Keselamatan mereka tergantung pada keselamatan unta itu pula. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 153-156 dan surah Al-Qamar (54) ayat 27-28.



Unta itu tetap berada d antara mereka beberapa lama, memakan tumbuh-tumbuhan dan diberi minum hari-hari tertentu dan tidak diberi minum pada hari yang lain. Tidak dapat lagi bahwa berdirinya unta seperti semula, tidak mengalami perubahan. Hal itu mengakibatkan banyak orang yang cenderung untuk mengikuti Ayahnda Shalih a.s., kerana hal itu merupakan tanda kebenaran kenabiannya. Keadaan seperti itu mengejutkan para pemimpin sehingga mereka merasa takut kalau negerinya hancur dan hilang kekuasaan mereka. Maka mereka bertekad membunuh unta betika itu pada malam  hari, dan mereka menganggap Ayahnda Shalih a.s. dan orang-orang yang beriman kepadanya sebagai musuh.

Ayahnda Shalih a.s. sudah dapat merasa rancangan jahat mereka. Lihat surah An-Naml (27) ayat 46 dan 47. Para pemimpin yang bersikap sombong mencela orang-orang Mu’min dan menyebut mereka sebagai orang-orang lemah kerana mereka beriman kepada risalah Ayahnda Shalih a.s. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 75 dan 76.



Setelah mereka melanggar larangan Allah s.w.t., Ayahnda Shalih a.s. memberitahukan bahwa azab pasti datang 3 hari kemudian. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 77 dan surah 11 ayat 65 “Mereka membunuh unta itu, maka berkata Shalih, ‘Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan”.



Diantara kaum Tsamud terdapat 9 (Sembilan Jahanam) orang lelaki yang sangat kufur dan berlebih-lebihan dalam membuat kerusakan di dunia. Mereka sepakat untuk membunuh Ayahnda Shalih a.s. mereka bersumpah kepada Allah ta’ala untuk menyerang Ayahnda Shalih a.s. dan keluarganya pada malam hari dan membunuh mereka secara rahsia. Jika pendukung dan kerabatnya kemudian menuntut pertanggungjawaban atas pembunuhan itu, mereka akan memungkiri tindakan tersebut. Untuk memperkuatkannya mereka akan mengatakan tidak menyaksikan terjadinya pembunuhan dan tidak campur tangan dalam masalah itu. Lihat surah An-Naml (27) ayat  48 hingga 52.

Kehancuran kaum Tsamud adalah kerana sambaran petir sesuai dengan firman Allah ta’ala; “Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhannya lalu mereka disambar petir sedang mereka melihatnya.” Surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 44.

Petir adalah tenaga elektrik yang terjadi kerana pertemuan particle listrik positive yang disebut proton dengan particle listrik negative yang disebut electron dekat dengan Bumi, maka akan menimbulkan gaya listrik dengan particle listrik positive yang ada di Bumi. Kalau pertemuan proton dengan electron itu pada pohon-pohonan atau manusia, maka benda itu akan terbakar. Apabila mengena kepada batu, maka batu tersebut pecah. Demikian pula apabila mengena kepada bangunan ia akan hancur.



Kehancuran benda yang terkena panahan petir itu tergantung kepada besarnya tenaga listrik yang ditimbulkan oleh proton dan electron tersebut.

Al-Quran menyebutkan bahwa As-Sha’iqah kadang-kadang diibaratkan dengan Ar-Rajfah, At-Thaghiyah dan As-Shaihah.

“dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim…” surah Huud (11) ayat 67.

“Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.” Surah Al-Haaqqah (69) ayat 5.



Yang dimaksudkan dengan kejadian luar biasa itu ialah petir yang amat keras yang menyebabkan suara mengguntur dan dapat menghancurkan.

“Kerana itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” Surah Al-A’raaf (7) ayat 78.

Kerana As-Sha’iqah menimbulkan suara mengguntur, maka itulah yang dimaksudkan dengan sebutan As-Sha’iqah, dan petir itu juga menimbulkan guncangan, bagaikan terjadinya gempa yang mengguncangkan hati. Sehingga disebut pula Ar-Rajfah, kerana kalau terjadi di suatu tempat suaranya akan mengguntur sampai ke tempat lain.



As-Sha’iqah yang disifat oleh Al-Quran dengan bermacam-macam ibarat menunjukkan pengertian yang mendalam bagi akibat yang ditimbulkan, pengaruh suaranya dan kejadiannya.

Wallahu’alam.


Rabu, 4 April 2012

Mutiara Hikmah Tiga Empat Lapan (348)



Assalamualaikum…wrt, Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Selawat dan salam ke atas Junjungan Besar kekasih Allah yang paling Agung Saidina Muhammad s.a.w. serta ahli keluarga dan para sahabat Baginda radhiallahu’anhum.

Dalam artikel kali ini hamba akan coretkan tentang petua dan hikmah 3 perkara, 4 perkara dan 8 perkara. Semoga sama-sama kita mendapat manfaat dan kebaikan. insyaAllah.

Sabda Rasulullah s.a.w.,

“Menuntut ilmu adalah wajib ke atas setiap muslim lelaki dan perempuan”.
3 bahagian Ilmu fardhu ain iaitu;
  1.       Ilmu Feqah
  2.       Ilmu Tauhid
  3.       Ilmu Tasawwuf



Petua Saidina Ali k.w., pintu kota ilmu Rasulullah s.a.w. :

3 perkara yang dapat menambahkan ilmu dan menghilangkan kahak;
  1.       Bersugi
  2.       Berpuasa
  3.       Membaca Al-Quran (dengan melihat mushaf)

Petua sesetengah Hukama’:

3 amalan seharian untuk mencapai kerjaya yang cemerlang;
  1.       Kurangkan tidur
  2.       Kurangkan makan
  3.       Elakkan dari bercakap perkara sia-sia

3 perkara yang dapat menghilangkan dukacita;
  1.       Zikrullah
  2.       Berjumpa wali-wali Allah
  3.       Mendengar kata-kata hikmah


Petua Al-Imam Syafi’e r.a.;

4 perkara yang dapat menguatkan badan;
  1.       Makan daging
  2.       Menghidu wangi-wangian
  3.       Banyak mandi (selain mandi hadas besar)
  4.       Memakai pakaian yang diperbuat daripada kain kapas

4 perkara yang dapat melemahkan badan;
  1.       Banyak dukacita
  2.       Terlalu banyak minum air (secara sekaligus)
  3.       Banyak makan makanan yang masam atau yang telah basi
  4.       Terlalu banyak jima’(bersetubuh)

4 perkara yang dapat menguat dan menajamkan penglihatan;
  1.       Duduk mengadap ke arah kiblat
  2.       Bercelak sebelum tidur
  3.       Melihat kepada warna hijau (sebaik-baiknya melihat tumbuhan hijau)
  4.       Membersihkan persekitaran rumah, halaman, tempat belajar dan sebagainya

4 perkara yang dapat melemahkan penglihatan;
  1.       Melihat kepada perkara-perkara atau benda yang kotor dan jijik
  2.       Melihat kepada salib
  3.       Melihat kemaluan
  4.       Duduk membelakangi kiblat


4 perkara yang dapat menambahkan akal dan menguatkan minda;
  1.       Meninggalkan perkataan yang sia-sia
  2.       Bersugi gigi
  3.       Duduk bersama orang-orang soleh
  4.       Duduk di dalam majlis para ulama’

Petua sesetengah Hukama’:

4 perkara yang dapat menggembirakan dan menghiburkan hati;
  1.       Melihat warna hijau (sebaik-baiknya warna asli seperti tumbuh-tumbuhan)
  2.       Melihat air yang mengalir seperti air sungai, air terjun dan sebagainya
  3.       Melihat wajah orang yang dikasihi seperti ibu bapa, guru-guru, orang-orang soleh, anak-anak dan sebagainya
  4.       Melihat buah-buahan, khususnya yang masih ranum di atas pokok

4 perkara yang dapat melemahkan penglihatan;
  1.       Berjalan berkaki ayam
  2.       Sentiasa berwajah muram dan serius
  3.       Banyak menangis
  4.       Membaca tulisan-tulisan yang terlalu kecil

4 perkara yang dapat melemahkan tubuh badan;
  1.       Dukacita tentang perkara dunia
  2.       Banyak bersedih
  3.       Berlapar (bukan kerana berpuasa)
  4.       Berjaga malam (bukan kerana tujuan beribadat)


4 perkara yang menyakiti tubuh badan;
  1.       Banyak bercakap
  2.       Banyak tidur
  3.       Banyak makan
  4.       Banyak jima’

4 perkara yang dapat menguatkan tubuh badan;
  1.       Memakai pakaian yang lembut
  2.       Memasuki bilik air yang bersuhu sederhana (tidak terlalu sejuk dan tidak terlalu panas)
  3.       Makan makanan yang manis atau berlemak
  4.       Menghidu wangi-wangian

4 perkara yang dapat menghilangkan maruah;
  1.       Berdusta
  2.       Tidak malu (tidak bersopan)
  3.       Banyak bertanya tentang perkara-perkara yang tidak mendatangkan faedah
  4.       Melakukan maksiat

4 perkara yang dapat menyerikan wajah;
  1.       Menjaga maruah
  2.       Menunaikan janji (tidak berdusta)
  3.       Pemurah
  4.       Taqwa iaitu melakukan suruhan agama dan meninggalkan perkara-perkara yang ditegah oleh agama


4 perkara yang dimurkai Allah s.w.t.;
  1.       Membesar diri atau takabbur
  2.       Hasad dengki
  3.       Berdusta
  4.       Batu api atau menghasud

4 perkara yang dapat membuka pintu rezeki;
  1.       Beribadat pada waktu malam
  2.       Banyak beristigfar pada waktu sahur (1/3 malam)
  3.       Banyak bersedekah
  4.       Berwirid pada waktu pagi dan petang

4 perkara yang dapat menutup pintu rezeki;
  1.       Tidur pada waktu pagi
  2.       Meninggalkan solat
  3.       Malas
  4.       Tidak amanah (khianat)


4 perkara yang dapat mengurangkan akal dan menghilangkan kecerdikan;
  1.       Selalu makan makanan atau buah-buahan yang masam
  2.       Tidur meniarap
  3.       Dukacita tentang perkara dunia
  4.       Banyak bersedih dan berputus asa

4 perkara yang dapat menguatkan minda dan menguatkan hafalan;
  1.       Tenang hati
  2.       Bersederhana dalam makan dan minum
  3.       Berjadual dalam pemakanan
  4.       Mengeluarkan lemak yang berlebihan dari badan


8 Petua sesetengah ulama’;

  1.       Sesiapa duduk bersama pembesar-pembesar, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya sifat membesar diri dan keras hati.
  2.       Sesiapa duduk bersama orang-orang kaya, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya sifat tamak pada dunia.
  3.       Sesiapa duduk bersama orang-orang fakir miskin, Alah s.w.t. akan tambahkan kepadanya sifat redha dengan apa yang dikurniakan oleh Allah s.w.t.
  4.       Sesiapa duduk bersama kanak-kanak, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya sifat suka bermain-main.
  5.       Sesiapa duduk bersama perempuan, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya kejahilan dan nafsu syahwat.
  6.       Sesiapa duduk bersama orang-orang soleh, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya sifat suka beribadat.
  7.       Sesiapa duduk bersama ulama’, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya ilmu dan wara’.
  8.       Sesiapa duduk bersama orang-orang fasiq, Allah s.w.t. akan tambahkan kepadanya dosa dan menangguhkan taubat.

Maka pilihlah apa yang engkau kehendaki sekiranya engkau mempunyai akal dan hati.

Kata Al-Arif billah Ibnu ‘Ataillah di dalam kitabnya Al-Hikam;

Ilmu, jika disertai dengan takut kepada Allah maka ia dapat menolongmu dan menjadi sahabatmu. Jika tidak, maka ia boleh menjadi musuhmu dan membawa kehancuran kepadamu.


Kata Al-Arif billah, Sidi Syeikh Mukhtar r.a.;

4 jenis manusia yang terhijab dari dari mempelajari ilmu orang-orang soleh;
  1.       Orang yang takabbur atau membesar diri
  2.       Orang yang merasa cukup dengan apa yang telah ia ketahui
  3.       Orang yang enggan (malas)
  4.       Orang yang malu yang tidak kena pada tempatnya

Imam As-Syafie pernah mengadu kepada gurunya, Imam Wakie’;

Aku mengadu kepada Wakie’ kerana kurangnya hafalanku, Beliau lalu menyuruhku supaya meninggalkan segala jenis maksiat (zahir dan batin). Beliau berkata; ‘Sesungguhnya ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah itu tidak dikurniakan kepada hamba-hambaNya yang melakukan maksiat’.

Sekian wassalam.