Ayahnda

Ayahnda

Ahad, 4 Mac 2012

Pengajaran dan Tauldan dari Kisah Ayahnda Nuh a.s.



Assalamu’alaikum..wrt, bersua kembali kita dalam sambungan kisah Ayahnda Nuh a.s. Hamba doakan agar saudara/i sekalian dapat meluangkan sedikit masa untuk menatapi coretan hamba yang sekadarnya ini. Semoga kita semua dirahmati oleh Allah s.w.t.

Sebelum kita melihat pengajaran dan tauladan dari kisah Ayahnda Nuh a.s. ini, di sini hamba nukil sedikit kisah yang ada kaitan dengan peristiwa selepas mendaratnya Bahtera Nuh a.s. Sekalian kita sedia maklum dan menyakini bahawa setelah surutnya banjir terbesar maka yang selamat dan mewarisi permukaan bumi ini terdiri daripada manusia yang beriman kepada Allah s.w.t dan kesemua mereka menjadi pengikut Nabi Nuh a.s.


Daripada jumlah 83 orang muslim yang menaiki bahtera sebelum banjir berlaku dan setelah surutnya banjir tersebut mungkin jumlah orang yang beriman bertambah kepada ratusan orang jumlahnya setelah berlaku beberapa kelahiran dari beberapa puluh pasangan muslim didalam bahtera tersebut. Begitu juga jumlah haiwan-haiwan yang berpasang-pasangan mungkin jumlah anak-anak dari setiap pasangan haiwan semuanya yang berada di dalam bahtera telah membiak dengan banyaknya. Wallahu’alam.

Hamba tidak bermaksud hendak menceritakan kisah bertambahan orang muslim atau membiaknya binatang jinak dan liar dalam bantera Ayahnda Nuh a.s. tetapi di sini hamba akan ingin menceritakan tentang keturunan ayahnda Nuh a.s. yang beriman. Ada pun anakanda Ayahnda Nuh a.s. yang terselamat dan beriman adalah Ham, Sam dan Yarfis manakala Ka’aan telah tengelam dalam banjir tersebut.


Ham menurunkan bangsa Habsyi dan Zangi yang berkulit hitam. Sam menurunkan bangsa Arab Rumawi dan Ajam. Yarfis menurunkan bangsa Turki Barbar, Mongol dan bangsa Ya’juj Ma’juj. Ada juga riwayat mengatakan Ayahnda Nuh a.s. Cuma mempunyai dua orang anak yang terselamat yakni Ham dan Yarfis. Ham menjadi raja di Mesir dan Yarfis menjadi raja di Hindustan. Wallahu’alam.

Sebuah riwayat menceritakan sebelum berlaku banjir besar, Yarfis berkahwin dan mendapat anak bernama Aaj, Aaj mempunyai anak Auj namanya, dan Auj mempunyai anak Unuk namanya. Anak ini (Unuk) tinggi besar, dapat dikatakan manusia gergasi. Maka Unuk inilah diceritakan di zaman Ayahnda Nuh a.s. disuruh mengambil pohon kayu yang terbesar di negeri Mesir atau Asia untuk dibuar bahtera (kapal). Ayahnda Nuh a.s. adalah orang yang panjang umurnya di dunia. Menurut riwayat orang dulu sangat panjang umurnya dan besar-besar saiz tubuhnya. Akan tetapi yang paling terbesar badannya dan paling tinggi di dunia di waktu itu ialah Unuk, namun Unuk ini tidak mempunyai fikiran seperti orang dewasa.


Konon ceritanya ketika terjadi banjir besar Unuk ini tidak tenggelam. Unuk ini lebih panjang umurnya dari Moyangnda-nya Nuh a.s. Menurut cerita kematian Unuk itu di zaman nabi Musa a.s. Dikhabarkan, pada suatu ketika Unuk datang ke negeri Rum, dan berkata kepada Raja di situ, “Tuan Raja, cubalah tuan carikan seorang gadis untuk saya kahwin. Tapi awas jika tuan tidak dapat memenuhi kehendak saya, akan saya karamkan negeri tuan dengan air laut ini.”

Bukan main terperanjatnya Raja mendengar kata Unuk itu. Fikirnya dimana mungkin dapat dicari seorang gadis yang besarnya seperti Unuk. Akan tetapi Raja tidak kehabisan akal. Raja meminta tempoh sampai 12 tahun untuk mencari gadis yang dimintanya. Rupanya Unuk sabar menunggu. Kemudian Raja mengumpulkan ahli pembuat patung di seluruh dunia untuk membuat patung raksasa (gergasi). Disuruhnya pahat sebuah gunung batu, dipahat dan diukir menyerupai seorang gadis cantik sedang tidur terlentang.


Demikianlah raja mengerahkan ahli pemahat patung untuk membuat patung tersebut. Lalu mereka memahat sebuah gunung batu dilukiskan seperti seorang gadis cantik. Perut patung dikorek. Hamper dua belas tahun, selesailah patung itu, dalam perut patung itu diisi daging mentah yang dimasukkan dari liang kemaluan patung itu. Maka tidak sedikit pengisian daging yang masuk kedalam perut patung itu. Kemudian setelah itu lalu dipanggillah Unuk dan ditunjuki kepadanya tempat gadis yang ia minta itu.

Bukan buatan girangnya hati Unuk melihat patung itu, cantik dan menggairahkan. Sehelai benang pun tidak ada menutupi tubuhnya. Unuk tidak dapat menahan birahinya, lalu di jima’nya patung itu dan kemudian itu ia pergi tidak kembali lagi.


Maka dengan takdir Tuhan Robbul‘alamin, air mani Unuk yang tertumpah dalam perut patung bercampur daging, lalu menjadi busuk dan berulat sebesar tubuh bayi manusia. Lama kelamaan ulat itu jadi kepompong, maka dari kepompong-kepompong itu menetas menjadi anak manusia yang sempurna. Inilah asal-usulnya bangsa Ya’juj Ma’juj. Setelah menetas semuanya dan mereka merasa lapar, lalu keluar mencari makan. Dengan melalui liang kemaluan patung itulah merupakan pintu goa bagi mereka keluar masuk, mereka keluar memakan apa saja yang mereka temui, terutama binatang-binatang ternak yang menjadi sasaran mereka.


Maka pada zaman Iskandar Dzulqornain, ditutup pintu goa itu dengan demikian mereka tidak dapat keluar mengganggu lagi. Dan pada saat kiamat hampir tiba, mereka dapat keluar setelah tutupan itu hancur di korek mereka.

Demikianlah keterangan dalam kitab Kasyful Ghaibiah. Wallahu’alam.

Berbalik kepada tauladan dari kisah Ayahnda Nuh a.s. terdapat 4 tauladan dan pengajaran yang boleh kita sama-sama menghayatinya dan menggambil iktibar darinya.


1.  Kebenaran di antara Hakikat Ilmiah terbukti didalam Al-Quran.

Sesungguhnya, Al-Quran itu menurut sifatnya adalah qudrat Allah di alam ini yang mengandungi pengertian luas sesuai dengan sifatnya. Al-Quran diungkapkan dengan jitu, mendalam dan dapat difahami oleh orang Arab sejak 14 abad yang lalu sesuai dengan kemampuan jangkauan akal mereka. Juga difahami oleh orang-orang moden secara actual, sesuai dengan bekal ilmu dan pengetahuan yang dimiliki, dan sesuai dengan penemuan ilmiah di seantero dunia ini. Di dalam Al-Quran banyak sekali contoh namun akan kita batasi dengan dua contoh yang berkenaan dengan kisah Ayahnda Nuh a.s. Diterangkan di dalam Al-Quran,


“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita”.
(Surah Nuh ayat 16)

Allah menerangkan bahwa matahari adalah bagaikan pelita yang dapat menerangi dengan nyala api yang ditimbulkan oleh bahan baker minyak atau spiritual. Dikatakan bahwa pelita itu adalah sumber cahaya (dapat menimbulkan cahaya dengan sendirinya bukan memantulkan cahaya yang datang dari benda lain). Ilmu pengetahuan juga menerangkan bahwa matahari adalah planet yang bersinar, memancarkan cahayanya kepada planet-planet lain. Termasuk bulan yang pada waktu malam kelihatan bercahaya, sebenarnya bulan bukan sumber cahaya. Tetapi bulan sebagai pemantul sinar yang datang dari matahari ke planet bumi. Tepat sekali istilah Al-Quran yang mengatakan bahwa bulan itu adalah Nur (cahaya) bukan siraaj (pelita), kerana bulan adalah benda yang tidak mengeluarkan nyala api, atau dapat dikatakan bahwa bulan adalah satelit bumi yang gelap.

Bersambung, InsyaAllah.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan