Ayahnda

Ayahnda

Jumaat, 20 April 2012

Kisah Bapa Kepada Para Nabi yakni Ayahnda Ibrahim a.s.



“Dan ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam kitab (al-Quran), sesungguhnya dia seorang yang sangat mencintai kebenaran dan seorang Nabi.” Surah Maryam (19) ayat 41.

Ayahnda Ibrahim a.s. adalah seorang nabi yang sangat cepat membenarkan semua hal ghaib yang datang dari Allah ta’ala. Ayahnda Ibrahim a.s. mempunyai kedudukan yang agung di sisi para pemeluk tiga agama ; Yahudi, Kristien dan Islam. Nama Baginda selalu disebut-sebut dan dihubungkan dengan penghormatan, doa dan keagungan. Di antara para Rasul, Ayahnda Ibrahim a.s. termasuk salah seorang Ulu’l-‘Azim.

Ayahnda Ibrahim a.s. telah bersungguh-sungguh di dalam berdakwah untuk beribadah kepada Allah ta’ala dan pengesaan-Nya. Dan Baginda telah merelakan dirinya untuk mati di jalan ‘aqidah yang ia percayai. Hidupnya penuh dengan pengorbanan demi Tuhannya. Maka, perbuatannya dijadikan sebagai perumpamaan yang hidup dari keikhlasan dan kecintaan yang sangat mendalam kepada Allah s.w.t. bagi seluruh umat sesudahnya.


Kedudukan dan ketinggian posisinya juga telah mencerminkan bahwa baginda adalah Bapa para Nabi, maka setiap Kitab yang diturunkan dari langit kepada salah seorang di antara para Nabi setelah Ayahnda Ibrahim a.s. adalah dari keturunan dan pengikutnya. Ini adalah suatu kedudukan bagi Ayahnda Ibrahim a.s. yang tidak ada kedudukan apa pun yang mengunggulinya.

Sebelum hamba melanjutkan kisah Ayahnda Ibrahim a.s. izinkan hamba menyentuh sedikit kisah Nabi Hud a.s. dan Nabi Shalih a.s.


Ahli sejarah sepakat membahagikan bangsa Arab kuno menjadi tiga golongan : Arab Ba’idah, Arab ‘Aribah dan yang terakhir Arab Musta’ribah. Golongan Arab Ba’idah terbahagi menjadi beberapa kaum, di antaranya kaum ‘Ad dan Tsamud.

Kaum ‘Ad adalah keturunan ‘Ad bin ‘Aus bin Iram. Kaum Tsamud adalah keturunan Tsamud bin Jatsir bin Iram. Iram adalah anak Sam bin Nuh a.s. Sebab dinamakan Arab Al Ba’idah kerana mereka telah punah, tak satu pun keturunannya yang tersisa. Adapun ‘Ad dan Tsamud dinamakan juga Arab Al ‘Aribah kerana fanatik terhadap kebangsaannya.

Para sejarawan membahagi kaum ‘Ad menjadi dua ; kaum ‘Ad period pertama dan kaum ‘Ad period kedua. Kaum ‘Ad period pertama adalah orang yang terkenal kuat dan pemberani. Kaum ‘Ad terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang lebih dari seribu kelompok.



Al-Quran menunjukkan adanya kaum ‘Ad period pertama ini sebagai berikut,
“Dan bahwasanya Dia telah membinasakan kaum ‘Ad yang pertama, dan kaum Tsamud, maka tidak seorang pun yang ditinggalkan hidup”. Surah An-Najm (53) ayat 50 dan 51.

Allah s.wt. telah mengutus seorang Rasul kepada kaum ‘Ad yang bernama Hud a.s. dari keturunan Abdullah ibnu Al-Khulud ibnu ‘Ad ibnu Aus ibnu Iram. Al-Khulud adalah salah satu kabilah kaum ‘Ad yang menurut para sejarawan terdiri dari 11 kelompok.

Dapat difahami dari ayat Al-Quran bahwa tempat tinggal kaum ‘Ad di Al-Ahqaf, Allah ta’ala berfirman; “Dan ingatlah (Hud) sudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia member peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaf.” Surah Al-Ahqaaf (46) ayat 21.

Al-Ahqaf merupakan kata jamak, kata tunggalnya adalah Haqfun, berarti ar-rimal (pasir-pasir). Al-Quran tidak menyebutkan secara pasti, tetapi sejarawan mengatakan bahwa letak Al-Ahqaf antara Yaman dan Aman sampai Hadramaut dan As-Syajar.



‘Ad telah mendirikan sebuah kota yang dinamakan Iram, sebagaimana disebutkan oleh Al-Quran, “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad yaitu penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi”. Surah Al-Fajr (89) ayat 6 dan 7.

Ahli purbakala berpendapat berdasarkan penelitian, bahwa Kota Iram terletak di Gunung Ram, 25 mil dari ‘Aqabah. Telah ditemukan di sisi gunung itu peninggalan Jahiliyah Kuno.
Para sejarawan menyebutkan bahwa kaum ‘Ad adalah penyembah tiga berhala yakni Shada, Shamud dan Al-Haba.



Dakwah ke Jalan Allah.

Ayahnda Hud a.s. menyeru kaumnya untuk beribadah kepada Allah ta’ala semata-mata, dan meninggalkan segala bentuk penyembahan terhadap berhala. Kerana, hal itu merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menghindari siksa pada hari kiamat.

“Dan Kami telah mengutus kepada kaum ‘Ad saudara mereka (Hud). Ia berkata, ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. Surah Al-A’raaf (7) ayat 65.

“Dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di Al-Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya (dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu menyembah selain Allah’, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab di hari yang besar”. Surah Al-Ahqaaf (46) ayat 21.

Kaum ‘Ad beri’tikad bahwa berhala-berhala itu merupakan sekutu Allah ta’ala, dan dapat memberi pertolongan di sisi Allah ta’ala. Maka, Ayahnda Hud a.s. menasihati mereka, “Kamu sekalian berbohong dalam pengakuan kalian itu, kerana tak ada satu pun yang patut disembah kecuali Allah ta’ala”. Lihat surah Huud (11) ayat 50.



Akan tetapi, apakah hasil dakwah yang dapat diperoleh dari kaum ‘Ad? Mereka menghina Ayahnda Hud a.s. dan meremehkannya. Mereka menganggap Ayahnda Hud a.s. sebagai bodoh, tidak berakal dan bohong. Tetapi Ayahnda Hud a.s. membantah tuduhan dan anggapan mereka itu. Untuk memperkuatkan bantahannya, Ayahnda Hud a.s. mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Rasul yang diutus Allah ta’ala, Tuhan semester alam ini, dan Ayahnda Hud a.s. tidak mempunyai motivasi lain dalam dakwahnya kecuali untuk memberi nasihat. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 66-68.

Kaum ‘Ad dilanda kemarau panjang. Tak ada hujan selama 3 tahun, sesudah Ayahnda Hud a.s. berdakwah kepada kaumnya mengikuti petunjuk Allah ta’ala tetapi mereka menentang tidak mahu mengikutinya. Kemarau panjang itu sebagai peringatan bahwa saat datangnya azab sudah dekat. Ketika itu, Ayahnda Hud a.s. member fatwa, menasihati kaumnya. “Berdoalah kepada Tuhan kalian memohon ampun atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan, kemudian bertaubatlah kembali kepada Tuhan. Jika kalian lakukan, niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat. Maka perbanyaklah kebaikan-kebaikan, niscaya Tuhan menambah kekuatan kalian. Ingatlah, jangan sekali-kali kalian menentang ajakanku untuk berbakti kepada Allah s.w.t., kerana akan mengakibatkan kalian kufur dan berdosa besar.”  Lihat surah Huud (11) ayat 52.

Sesudah dilanda kemarau panjang selama 3 tahun, datanglah perintah Allah s.w.t. menrunkan azab kepada kaum ‘Ad setelah mereka terus-menerus mengingkari risalah Nabi Hud a.s. Allah ta’ala menyelamatkan Ayahnda Hud a.s. dan orang-orang Mukmin dari azab itu, sedang orang-orang kafir yang bergelimang dosa itu dihancurkan. Lihat surah Hud ayat 58.



Adapun cara menyelamatkan Ayahnda Hud a.s. dan orang-orang Mukmin, Al-Quran tidak menerangkan. Hanya sebahagian sejarawan berpendapat bahwa selamatnya Ayahnda Hud a.s., dia meninggalkan kaumnya sesudah menemui jalan buntu dalam berdakwah, lantaran kaum ‘Ad tetap tidak mahu menerima dakwahnya itu. Kepergian Ayahnda Hud a.s. diikuti orang-orang yang beriman menuju kota Makkah. Di sana Ayahnda Hud a.s. tinggal dan tak lama kemudia meninggal dan dimakamkan di sana pula.

Firman Allah ta’ala, “Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. Yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus, maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.” Surah Al-Haaqqah (69) ayat 6-8.

“Dan juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang membinasakan, angin itu tidak membiarkan suatu pun yang dilandanya, melainkan dijadikannya seperti serbuk.” Surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 41dan 42.



Kepada kaum Tsamud, Allah s.w.t. mengutus seorang Rasul yang bernama Shalih a.s. ibnu ‘Ubaid ibnu Arif ibnu Maasikh ibnu ‘Ubaid ibnu Khaidir ibnu Tsamud ibnu Jatsir ibnu Iram.

Allah s.w.t. mengutus Ayahnda Shalih a.s. kepada kaum Tsamud untuk mengajak mereka beribadah kepada Allah s.w.t. dan meninggalkan penyembahan patung-patung. Ajakan Ayahnda Shalih a.s. kepada mereka, “Hai kaumku, beribadahlah hanya kepada Allah ta’ala semata-mata. Jangan menyekutukannya dengan sesuatu pun. Dia yang menciptakan kamu dari tanah, Dialah yang menjadikan kamu dapat membangun dengan menyediakan sarana-sarana pembangunan. Maka pantaslah kalian harus memohon ampun kepada-Nya atas perbuatan dosa yang telah kalian lakukan. Bertaubatlah kepada-Nya kerana Allah ta’ala itu dekat dengan kalian, mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa, mengampuni dosa orang yang bertaubat, jika ia benar-benar beriman dan ikhlas dalam berdoa. Lihat surah Huud (11) ayat 61.



Al-Quran tidak menentukan tempat tinggal kaum Tsamud, tetapi firman Allah menjelaskan, “Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.” Surah Al-Fajr (89) ayat 9.

Jadi tempat tinggal mereka di daerah pergunungan batu. Yang di maksud lembah oleh ayat ini ialah lembah Al-Qura. Di lembah inilah mereka tinggal. Kebanyakan ahli sejarah menentukan desa Al-Hajr sebagai perkampungan kaum Tsamud. Mereka menyebutkan bahwa di sana ada sebuah sumur yang dinamakan sumur Tsamud. Rasulullah s.a.w. pernah mendatangi sumur itu pada waktu perang Tabuk, dan melarang sahabat-sahabatnya meminum air dan memasuki rumah-rumah di kampung itu.

Kaum Tsamud adalah penyembah banyak berhala, antara lain, Wad, Jad, Had, Syams, Manaf, Manaat, Al-Lata dan sebagainya.

Kemewahan Yang Menghancurkan.



Kaum Tsamud membohongkan Nabi yang diutus Allah s.w.t., menolak ajakannya untuk beribadah kepada Allah ta’ala, bertakwa dan meng-Esakan-Nya. Padahal ia Rasul yang dapat dipercayai dan tak mengharapkan upah dalam menyampaikan ajaranya.

Kebiasaan kabilah Tsamud bergelimang dalam kemewahan material antara lain dalam masalah makanan, minuman dan tempat tinggal dengan bangunan-bangunan yang menjulang kukuh. Sehingga mereka ingkar terhadap Nabinya yang bernama Shalih a.s. Ayahnda Shalih a.s. berkata menasihati mereka, “Apakah kalian mengira Alah ta’ala akan membiarkan kalian bersenang-senang dengan kenikmatan itu. Apakah kalian mengira dapat melindungi diri kalian dari azab Allah s.w.t., sehingga kalian berpoya-poya sekehendak hati dengan kebun-kebun, mata air, pertanian dengan buah kurmanya yang manis dan masak. Kalian pahat bagian-bagian gunung untuk dijadikan tempat tinggal dan rumah-rumah yang nyaman menyenangkan. Kemudian kalian tidak mahu mensyukuri nikmat Allah ta’ala yang banyak ini. Bertakwalah kepada Allah s.w.t., taatilah nasihat-nasihatku. Aku mengajak kalian ke jalan Allah s.w.t., janganlah kalian turutkan perbuatan-perbuatan orang yang melampaui batas. Mereka melampaui batas (mempengaruhi kalian) dalam kekufuran dan kemaksiatan. Mereka membabibuta membuat kemaksiatan di dunia dan tidak mengetahui jalan yang benar. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 141 – 152.



Selanjutnya Ayahnda Shalih a.s. berkata kepada mereka, “Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di Bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka Bumi membuat kerusakan.” Surah Al-A’raaf (7) ayat 74.

Kaum Tsamud tidak mahu percaya terhadap nasihat-nasihat Ayahnda Shalih a.s. Bahkan sebaliknya, mereka menuduh bahwa Ayanda Shalih a.s. terkena sihir yang mengganggu fikirannya. Sehingga dengan pengaruh sihir itu, ia telah mengaku sebagai utusan Allah s.w.t. Mereka menuntut Ayahnda Shalih a.s. menunjukkan mu’jizat bila ia benar-benar Rasul Allah ta’ala. Kemudian Ayahnda Shalih a.s. mendatangkan seekor unta betina hamil dan gemuk yang diciptakan oleh Allah s.w.t. dari ketulan bukit batu ditengah-tengah gurun pasir kepada mereka.


Ayahnda Shalih a.s. merintahkan agar mereka jangan mengganggu, menghina, mengusir, menunggangi atau menyembelih unta itu. Allah ta’ala menyediakan air minum unta itu pada hari yang telah ditentukan, dan untuk mereka disediakan air minum pada hari lain. Allah s.w.t. mengancam akan menyiksa mereka apabila berbuat jahat terhadap unta itu. Keselamatan mereka tergantung pada keselamatan unta itu pula. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 153-156 dan surah Al-Qamar (54) ayat 27-28.



Unta itu tetap berada d antara mereka beberapa lama, memakan tumbuh-tumbuhan dan diberi minum hari-hari tertentu dan tidak diberi minum pada hari yang lain. Tidak dapat lagi bahwa berdirinya unta seperti semula, tidak mengalami perubahan. Hal itu mengakibatkan banyak orang yang cenderung untuk mengikuti Ayahnda Shalih a.s., kerana hal itu merupakan tanda kebenaran kenabiannya. Keadaan seperti itu mengejutkan para pemimpin sehingga mereka merasa takut kalau negerinya hancur dan hilang kekuasaan mereka. Maka mereka bertekad membunuh unta betika itu pada malam  hari, dan mereka menganggap Ayahnda Shalih a.s. dan orang-orang yang beriman kepadanya sebagai musuh.

Ayahnda Shalih a.s. sudah dapat merasa rancangan jahat mereka. Lihat surah An-Naml (27) ayat 46 dan 47. Para pemimpin yang bersikap sombong mencela orang-orang Mu’min dan menyebut mereka sebagai orang-orang lemah kerana mereka beriman kepada risalah Ayahnda Shalih a.s. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 75 dan 76.



Setelah mereka melanggar larangan Allah s.w.t., Ayahnda Shalih a.s. memberitahukan bahwa azab pasti datang 3 hari kemudian. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 77 dan surah 11 ayat 65 “Mereka membunuh unta itu, maka berkata Shalih, ‘Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu adalah janji yang tidak dapat didustakan”.



Diantara kaum Tsamud terdapat 9 (Sembilan Jahanam) orang lelaki yang sangat kufur dan berlebih-lebihan dalam membuat kerusakan di dunia. Mereka sepakat untuk membunuh Ayahnda Shalih a.s. mereka bersumpah kepada Allah ta’ala untuk menyerang Ayahnda Shalih a.s. dan keluarganya pada malam hari dan membunuh mereka secara rahsia. Jika pendukung dan kerabatnya kemudian menuntut pertanggungjawaban atas pembunuhan itu, mereka akan memungkiri tindakan tersebut. Untuk memperkuatkannya mereka akan mengatakan tidak menyaksikan terjadinya pembunuhan dan tidak campur tangan dalam masalah itu. Lihat surah An-Naml (27) ayat  48 hingga 52.

Kehancuran kaum Tsamud adalah kerana sambaran petir sesuai dengan firman Allah ta’ala; “Maka mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhannya lalu mereka disambar petir sedang mereka melihatnya.” Surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 44.

Petir adalah tenaga elektrik yang terjadi kerana pertemuan particle listrik positive yang disebut proton dengan particle listrik negative yang disebut electron dekat dengan Bumi, maka akan menimbulkan gaya listrik dengan particle listrik positive yang ada di Bumi. Kalau pertemuan proton dengan electron itu pada pohon-pohonan atau manusia, maka benda itu akan terbakar. Apabila mengena kepada batu, maka batu tersebut pecah. Demikian pula apabila mengena kepada bangunan ia akan hancur.



Kehancuran benda yang terkena panahan petir itu tergantung kepada besarnya tenaga listrik yang ditimbulkan oleh proton dan electron tersebut.

Al-Quran menyebutkan bahwa As-Sha’iqah kadang-kadang diibaratkan dengan Ar-Rajfah, At-Thaghiyah dan As-Shaihah.

“dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim…” surah Huud (11) ayat 67.

“Adapun kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.” Surah Al-Haaqqah (69) ayat 5.



Yang dimaksudkan dengan kejadian luar biasa itu ialah petir yang amat keras yang menyebabkan suara mengguntur dan dapat menghancurkan.

“Kerana itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” Surah Al-A’raaf (7) ayat 78.

Kerana As-Sha’iqah menimbulkan suara mengguntur, maka itulah yang dimaksudkan dengan sebutan As-Sha’iqah, dan petir itu juga menimbulkan guncangan, bagaikan terjadinya gempa yang mengguncangkan hati. Sehingga disebut pula Ar-Rajfah, kerana kalau terjadi di suatu tempat suaranya akan mengguntur sampai ke tempat lain.



As-Sha’iqah yang disifat oleh Al-Quran dengan bermacam-macam ibarat menunjukkan pengertian yang mendalam bagi akibat yang ditimbulkan, pengaruh suaranya dan kejadiannya.

Wallahu’alam.


Tiada ulasan:

Catat Ulasan