Ayahnda

Ayahnda

Sabtu, 28 April 2012

Kisah Ayahnda Ibrahim a.s. Bapa Kepada Anbia’.



“Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan kamu dalam agama suatu kesempitan. Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu”. Surah Al Hajj (22) ayat 78.

Assalamu’alaikum...wrt, semoga kita semua dirahmati Allah azawajalla.

Al-Quran telah menerangkan bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang tua kepada bangsa Arab. Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang ditujukan kepada orang-orang Mu’min Arab dalam ayat di atas.

Kemudian Al-Quran menjelaskan pula bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang tua para Nabi yang datang sesudahnya. Allah s.w.t. berfirman, “Dan kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya’aqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” Surah Al-An’aam (6) ayat 84 – 86.


Dari nas Al-Quran ini teranglah bagi kita bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah moyang orang-orang Yahudi, Nasrani dan Islam. Dan Nabi-nabi dari ketiga-tiga agama ini bertemu dalam satu keturunan. Mereka berasal dari satu negeri dan berusaha mencapai satu tujuan, yaitu; melaksanakan wasiat-wasiat Allah Ta’ala yang diturunkan kepada mereka, dan menyeru kepada beribadah terhadap Allah s.w.t. semata-mata.

Babilon kota kelahiran Ayahnda Ibrahim a.s.

Berdasarkan perbandingan antara ungkapan yang terdapat di dalam Safru’t-Takwin dan penemuan para sarjana archaeology, dapatlah dibuktikan bahwa masa Ayahnda Ibrahim a.s. itu tidak akan kembali kepada 2000 tahun sebelum masihi. Dan negeri Ur (Caldania) adalah tempat Ayahnda Ibrahim a.s. dibesarkan. Negeri itu sekarang dikenal dengan nama Mughir, terletak di antara sungai Tigris dan Eufrat, di padang yang luas sampai ke selatan. Kemudian Safru’t-Takwin menerangkan bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. telah pergi bersama ayahnya menuju dekat Kota Haran di barat jauh Mesopotamia.


Sumber-sumber Arab menyebut bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. dilahirkan di Babilon (Tarikhu’th Thabari). Dan ahli sejarah, Yakut (Mu’jamu’l-Buldan tentang Babilonia) menggambarkan negeri Babilon sebagai berikut, “Ia berada di antara Tigris dan Eufrat yang disebut As-Sawad. Ayahnda Ibrahim a.s. dilahirkan pada masa Raja Namrud bin Kan’an bin Kusy.”

Sejarah menetapkan bahwa pada masa Ayahnda Ibrahim a.s. hidup di Iraq, kebudayaan Babilonlah yang mendominasi di sana. Apa sebenarnya kepercayaan penduduk Babilon itu? Mengetahui kepercayaan mereka ini akan sangat membantu kita dalam memahami ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan kepercayaan kaum Ayahnda Ibrahm a.s.


Penduduk Kota Babilon mempunyai banyak ‘tuhan’. Setiap Bandar mempunyai satu ‘tuhan’ yang memeliharanya. Daerah-daerah dan perkampungan pun mempunyai ‘tuhan-tuhan kecil’ yang disembah, di samping secara rasmi mereka menyerahkan diri kepada ‘tuhan’ yang terbesar. Kemudian, sedikit demi sedikit berkurangan jumlah ‘tuhan-tuhan’ itu, setelah ‘tuhan-tuhan kecil’ itu ditafsirkan sebagai gambaran-gambaran atau sifat-sifat bagi ‘tuhan-tuhan’ yang besar. Atas dasar ini, maka Marduk menjadi ‘tuhan’ Babilon yang terbesar.


Raja-raja adalah orang-orang yang merasa sangat memerlukan ampunan dari ‘tuhan-tuhan’. Oleh sebab itu, mereka mendirikan haekal-heakal dan menyajikan peralatan-peralatan, makanan dan anggur.

Di dalam lingkungan yang didominasi oleh banyak ‘tuhan’ dan pembuatan patung-patung untuk disembah, Allah ta’ala telah memberi petunjuk dan hakikat yang agung kepada Ayahnda Ibrahim a.s. Sehingga Baginda sadar akan kebenaran pendapatnya dan wahyu Tuhan, bahwa Allah itu Satu dan hanya Dialah yang memelihara alam ini. Maka Ayahnda Ibrahim a.s. bertekad memberikan peringatan dan menyelamatkan kaumnya dari kebatilan dan kesyirikan. Untuk itu, Baginda pergi bertemu mereka untuk memberi nasihat, dan melarang kebiasaan salah yang mereka lakukan.


Inilah yang dijelaskan Al-Quran kepada kita dangan firman Allah s.w.t., “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (Ingatlah), ketika Ibrahim bekata kepada bapaknya dan kaumnya, ‘Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?’. Mereka menjawab, ‘Kami mendapati bapak-bapak kami menyembahnya’. Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya kamu dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata’. Mereka menjawab, ‘Apakah kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang yang bermain-main?’. Ibrahim berkata, ‘Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.” Surah Al-Anbiyaa’ (21) ayat 51 – 56.


Alasan penyembahan patung-patung itu adalah kerana didapati bapa-bapa mereka biasa menyembahnya. Oleh sebab itu, mereka pun mengikutinya. Ini adalah alasan lemah yang dikemukakan oleh para perosak pada setiap zaman di hadapan orang-orang yang mengadakan perbaikan. Yang menyebabkan alasan itu lemah adalah kerana mereka tidak menggunakan akal fikiran. Mereka hanya ikut-ikutan kepada orang-orang sebelumnya, sehingga tak ubahnya seperti binatang.

Oleh sebab itu, Ayahnda Ibrahim a.s. ingin membebaskan kaumnya dari penyembahan terhadap berhala-berhala dan dampak negative berupa keyakinan terhadap cerita-cerita bohong. Untuk menghubungkan manusia kepada hakikat agung yang wajib dicari oleh setiap manusia di atas bumi ini, tidak lain hanyalah ibadat kepada Allah s.w.t. semata-mata.


Perkataan inilah yang ditujukkan Ayahnda Ibrahim a.s. kepada kaumnya, “Ibrahim berkata, ‘Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, kerana sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta alam, (yaitu Tuhan) yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku (kembali), dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari kiamat.” Surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 75 – 82.


Demikianlah keimanan Ayahnda Ibrahim a.s. Keimanan seorang yang menyerahkan diri kepada Tuhannya dengan segenap anggota badannya. Keimanan yang melepaskan kegelisahan dan kesedihan dari dalam jiwa, lalu menyempurnakan ketenangan dan kebahagiaan kepadanya. Keimanan yang menyelamatkan jiwa dari penyerahan diri kepada cerita-cerita bohong dan kecenderungan kepada angan-angan kosong. Sesungguhnya tidak ada yang memberi rezeki, yang menyembuhkan, yang menghidupkan, yang mematikan dan yang mengampuni dosa selain daripada Allah s.w.t. Tuhan alam semesta.

Bersambung, insyaAllah.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan