Ayahnda

Ayahnda

Jumaat, 24 Oktober 2014

Raja Sulaiman a.s. (Salam Ma'al Hijrah 1436)


Assalammu'alaikum...wrth, hari ini Jumaat 24/10/2014 Masihi, bersamaan 29/12/1435 Hijrah malam 01 Muharram 1436 Hijrah juga bersamaan 01/01/10,003 Tahun PuSaka. Sempena malam tahun 1436 hijrah ini, hamba ucapkan Selamat Menyambut Tahun Hijrah (Salam Ma'al Hijrah) 1436 kepada sekalian saudara saudari pembaca yang dihormati.

Bulan Muharram adalah bulan yang Allah s.w.t. berikan kemenangan kepada Rasul-RasulNya dan juga bulan yang dihancurkan kezaliman dan kekufuran.

Maksud bersatu ialah berpegang teguh dengan setiap perkara yang Allah bangkitkan Rasul.

Tafsir Surah Al-‘Asri :


Demi masa” – Allah bersumpah dengan masa, kerana Allah hendak menunjukkan masa itu sangat penting dan sangat berharga.

Sesungguhnya manusia itu di dalam kerugian” - Allah telah mentauqidkan (mengukuhkan) bahawasanya manusia dalam kerugian. Manusia yang mana? Manusia yang sejak zaman Nabi Adam a.s. sampai lah hari Qiamat.

Melainkan orang-orang yang beriman dan beramal soleh” – Beriman dengan Allah Ta’ala dan apa yang dibawa oleh Rasul. Amal soleh ialah mempraktikkan syariat dan thoriq yang sampai kepada haqiqat dan makrifat.

Dan orang-orang yang berpesan-pesan dengan Haq” – Apa itu Haq? Haq ialah ; “Tidak Aku (Allah) jadikan jin dan manusia melainkan untuk memperhambakan dirinya kepada-Ku”. (Surah Az-Zariyat ayat 56) Maksud memperhamba ialah mengenal Allah. Haq ini ialah pengakuan kita di alam zuriat dulu sewaktu Allah bertanya roh, “Bukankah Aku Rabb (Tuhan) kamu?” (Surah Al-‘Araaf ayat 172). Semua Roh mengaku, tunduk kepada kebesaran dan keagungan Allah. Sekurang-kurang darjah (tahap) Haq ialah orang yang sampai maqam nafsu Mutmainnah.

Dan orang-orang yang berpesan-pesan dengan kesabaran” – Orang yang sampai darjah Haq baru lah mereka ada sabar, dan ada sifat-sifat yang bersesuaian dengan yang Allah redho (sifat-sifat Mahmudah).
Orang yang belum Mutmainnah belum ada sifat sabar dan redho lagi. Orang kafir mana sabar, sebab dia kafir. Sabar yang ada pada mereka ialah TABIAT sahaja.


Detik terpamernya kebijaksanaan Sulaiman bin Daud a.s.

Pada suatu malam, kambing-kambing tanpa penggembala telah memasuki lading dan merusakkan tanaman. Kemudian para pemilik lading itu datang kepada Nabi Daud a.s. mengadukan perkaranya. Mereka berkata, “Wahai Nabi, sesungguhnya kami telah membajak tanah kami, lalu kami Tanami dan kami pelihara. Namun ketika datang waktu menuai hasilnya pada suatu malam telah datang kambing-kambing kepunyaan suatu kaum merusak tanam-tanaman kami, dan memakannya sampai tidak tersisa sedikit pun.” Nabi Daus a.s. bertanya kepada para pemilik kambing, “Benarkah apa yang dikatakan itu?” Mereka menjawab, “Benar.”

Kemudian Nabi Daud a.s. bertanya kepada para pemilik lading, “Menurut perkiraanmu, berapa harga tanaman itu?” lalu mereka menyebut harganya. Kemudian Nabi Daud a.s. bertanya lagi kepada pemilik kambing. “Menurut perkiraanmu, berapa harga kambing-kambing itu?”, mereka pun memperkira harganya. Kerananya ketika Nabi Daud a.s. melihat kedua harga itu berdekatan, dia berkata kepada para pemilik kambing, “Bayarkanlah kambing-kambing kamu itu kepada para pemilik lading, sebagai ganti dari tanaman-tanaman mereka yang telah rosak.’

Tetapi putranya, Sulaiman a.s. yang ketika itu hadir menyaksikan keputusan ini, segera menyanggah ayahnda, seraya berkata, “Saya mempunyai pendapat dalam perkara ini supaya para pemilik kambing menyerahkan kambing-kambing mereka kepada pemilik lading, sehingga mereka dapat memanafaatkan bulu-bulu, susu-susu dan anak-anak kambing itu. Sedangkan para pemilik kambing mengambil lading-ladang itu lalu membajak, menanami, menyiram, dan memeliharanya sampai berbuah. Sehingga apabila telah datang waktu menuai, para pemilik kambing itu menyerahkan kembali ladang-ladang itu kepada para pemiliknya dan para pemilik kambing menerima kambing-kambing mereka kembali.”


Para hadirin sangat menyetujui keputusan ini. Dan Nabi Daud a.s. berkata, “Aku menyutujui keputusan ini, wahai anakku”. Lalu Nabi Daud a.s. memberikan keputusan sesuai dengan fatwa Sulaiman a.s. Hal ini disebut di dalam Al-Quran surah Al-Anbiya’ ayat 78 dan 79.

Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, kerana tanaman itu dirosak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami memberikan pengertian (kefahaman) kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat) dan kepada masing-masing mereka (Nabi Daud dan Nabi Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu.”

Nota : “Maka Kami telah memberikan pengertian (kefahaman) kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat)” : Hal itu menunjukkan bahwa pendapat Sulaiman a.s. lah yang lebih benar. Kalau pun tidak demikian, tentu Allah tidak akan mengkhususkannya dengan “memberikan pengertian”. Pengkhususan itu tidak menunjukkan bahwa Daud a.s. salah, kerana ada kemungkinan bahwa keduanya itu benar, yaitu makna firman Allah Ta’ala, “Dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu”.

Dari sini dapatlah diambil suatu pelajaran bahwa para mujtahid tidak akan mampu untuk selalu benar dalam setiap perkara. Dan mereka wajib untuk tidak berpegang teguh kepada suatu pendapat, apabila mereka melihat pendapat lain yang lebih mendekati kebenaran. Dan inilah yang dilakukan oleh Nabi Daud a.s., yaitu meninjau kembali pendapatnya dan membandingkannya dengan pendapat yang difatwakan oleh Sulaiman a.s. Dan dari sini dapat diambil pengajaran pula, iaitu diperbolehkan berijtihad di dalam menetapkan hukum hakam. Walaupun sesungguhnya yang berijtihad itu kadang-kala salah, namun dengan kesalahannya itupun dia masih diberi pahala. Kerana Allah telah menberitahukan kepada kita bahwa kebenaran berada di pihak Sulaiman a.s., namun demikian Allah Ta’ala memuji keduanya (Sulaiman a.s. dan Daud a.s.) bersama-sama.


Pewaris Kerajaan Nabi Daud a.s.

Allah Ta’ala melebihkan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. dengan memberi ilmu perundangan dan hukum. Kedua-duanya pun telah mengetahui ukuran kemampuan nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada mereka. Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami atas kebanyakan hamba-hambaNya yang beriman, yang tidak diberikan ilmu seperti yang diberikan kepada kami”.

Ketika Nabi Daud a.s. wafat, di antara putra-putranya, hanya Sulaiman a.s. yang mewarisi kenabian dan kerajaan. Ketika Nabi Sulaiman a.s. berkuasa atas kerajaan, dia mengundang pembesar-pembesar dan para cerdik pandai yang ada dalam kerajaannya. Nabi Sulaiman a.s. bertitah kepada mereka sebagai pujian atas kelebihannya, “Allah telah melebihkan aku dengan mengajarkan bahasa binatang dan burung kepadaku, sehingga aku dapat mengerti apa yang mereka bicarakan. Ini adalah tambahan nikmat terhadap kerajaan dan kenabian yang telah Allah berikan kepadaku. Sesungguhnya nikmat-nikmat yang besar ini adalah kurniaan dari kebaikanNya, yang jelas tampak bagi setiap orang”.

Pada suatu hari Nabi Sulaiman a.s. memanggil bala tenteranya. Dia bermusyawarah dengan mereka yang terdiri daripada jin, manusia dan burung-burung yang mentaatinya. Kemudian berjalanlah Nabi Sulaiman a.s. bersama mereka hingga tiba pada suatu lembah yang banyak semut. Nabi Sulaiman a.s. mendengar seekor semut berkata kepada kawan-kawannya, “Wahai semut sekalian, lihatlah itu Nabi Sulaiman berjalan dengan tenteranya menuju kea rah kamu. Bersegeralah kamu bersembunyi di lubang-lubang, sehingga mereka tidak membinasakan kamu dengan injakannya, sedangkan mereka tidak akan merasakan bahwa kamu itu ada.”

Nabi Sulaiman a.s. mendengar apa yang dikatakan semut itu. Maka dia merasa gembira, kerana semut itu telah mengingatkannya kepada kenabian, kebijaksanaan dan kasih saying yang telah Allah Ta’ala berikan kepadanya. Dia juga merasa senang dengan kelebihan-kelebihan yang Allah Ta’ala berikan kepadanya, seperti kerajaan dan mengetahui pembicaraan semut yang tidak dapat diketahui oleh manusia lain. Nabi Sulaiman a.s. berkata, sambil bermunajat kepada Allah Ta’ala, “Ya Tuhanku, jadikanlah aku orang yang selalu mensyukuri nikmat Mu, dan masukanlah aku dengan kurnia dan rahmatMu ke dalam golongan orang-orang soleh yang mendapat redha-Mu.”


Lihat Al-Quran surah An-Naml ayat 15 hingga 19.

Dan sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman, dan kedua-duanya mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah yangmelebihkan kami dari kebanyakan hamba-hambaNya yang beriman’. Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan dia berkata, ‘Wahai manusia, kami telah diberi pengertian tentang ucapan segala burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar satu kurnia yang nyata’. Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tenteranya dari Jin, Manusia dan burung, lalu mereka itu diatur tertib (dalam barisan).hingga apabila mereka sampai di Lembah Semut. Berkatalah seekor semut, ‘Wahai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tenteranya, sedangkan mereka tidak menyedari’. Maka dia tersenyum dengan tertawa kerana (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa, ‘Ya Tuhanku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmatMu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapaku dan untuk mengerjakan amal soleh yang Engkau ridha, dan masukanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang soleh”.

Nota : Dalam peristiwa ini terdapat suatu pengajaran yang menyentuh maslahat umat kini, yaitu bahwa orang-orang yang kuat seharusnya mengasihani yang lemah. Dari nash Al-Quran ini tampak jelas bahwa semut hidup di tempat-tempat tertentu atau ia mempunyai masyarakat khusus, sebagaimana ia mempunyai kelebihan seperti kewaspadaan dan hati-hati serta mempunyai bahasa khusus yang dimegerti mereka. Demikianlah, bahwa ia mempunyai masyarakat yang teratur, kecerdasan, senang bekerja, tabah dan pandai membuat alas an. Dari waktu ke waktu, mereka selalu mengadakan pertemuan di suatu bukit. Ketika bertemu mereka selalu mengadakan percakapan dan saling bertanya tentang hal yang berhubungan dengan keadaan mereka, seandainya tidak takut memperpanjangkan tulisan, nescaya hamba sebutkan hal yang berkenaan dengan kelebihan semut.

Wallahu’alam.


Ujian Bagi Nabi Sulaiman a.s.

Allah Ta’ala menguji Nabi Sulaiman a.s. dengan penyakit yang berat, sehingga apabila dia duduk di atas kerusi, tampak seakan-akan dia sebagai jasad yang tidak mempunyai roh. Kemudian dia kembali sembuh. Kadang-kala penyakit seperti yang menimpa Nabi sulaiman a.s. ini disebabkan oleh sangat kurangnya kerehatan atau terlalu berlebih-lebihan di dalam melakukan pekerjaan. Hal ini sebagaimana menimpa sebahagian orang yang berlebih-lebihan dalam melakukan pekerjaan kini. Oleh kerana itu, jika seseorang ditimpa suatu penyakit yang diakibatkan oleh beberapa sebab, termasuk berlebih-lebihan dalam pekerjaan, maka dia akan berhati-hati terhadap kekeliruan yang menimpanya, lalu memohon kepada Allah agar mengampuni dan memulihkan kesehatannya. Demikian juga apa yang terjadi pada diri Nabi Sulaiman a.s.

Allah Ta’ala berfirrman, “Dan sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah kerana sakit), kemudian dia bertaubat. Dia berkata, ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku…”
Surah Shood ayat 34 dan 35.


Rindu kepada orang yang dimuliakan oleh Allah.

Berkata Amirul Mukminin Ali karramallahu wajhah dalam menyifatkan para Ahlillah, yakni orang-orang yang menekunkan diri hanya kepada Allah dan para penggantinya di muka bumi ini dari hamba-hamba Allah, katanya: “Mereka itu hanya sedikit bilangannya, namun amat besar di pandangan Allah darjatnya. Mereka menjadi hujah-hujah Allah sebagai gambaran kepada orang-orang yang ingin meletakkan kaki di jalan yang sama, lalu ditanamkan ke dalam hati mereka perilaku dan tindakan yang serupa. Mereka telah dikelubungi oleh ilmu hakikat (kebenaran) yang menjadikan hidup mereka serba lembut, yang agak dipandang sukar oleh orang-orang yang hidupnya serba mewah. Mereka merasakan penuh kemesraan terhadap apa yang dianggap oleh orang-orang bodoh sebagai SUSAH. Mereka menempuh angin rebut pancaroba dunia dengan tubuh-tubuh yang jiwanya terpaut di kemuncak pandangan tinggi mulia tempat berserah. Mereka inilah yang dikatakan para KHALIFAH ALLAH, yang berkelana di bumi Allah, sebagai para penyeru agama Allah…. Ah, ah betapa sangat rindu untuk melihat orang-orang yang dimuliakan Allah”.

Demikianlah suatu keluhan sanubari dari Saiyidina Ali r.a. Mudah-mudahan Allah meridhainya dan kita jua untuk bersama-sama dengan mereka sekalian, serta memberi manfaat buat kita dan sekalian kaum Muslimin.
Mereka itulah parti Allah, dan ingatlah bahwa parti Allah itulah yang akan Berjaya.”

Surah Al-Mujadalah ayat 22.

Sekian wassalam.


SALAM MA’AL HIJRAH 1436


Pondok Derang, Kedah dan Manaksah Kg. Sg. Baru Utan Aji, Perlis.