“Dan
ceritakanlah kisah Ibrahim di dalam kitab (al-Quran), sesungguhnya dia seorang
yang sangat mencintai kebenaran dan seorang Nabi.”
Surah Maryam (19) ayat 41.
Ayahnda Ibrahim a.s.
adalah seorang nabi yang sangat cepat membenarkan semua hal ghaib yang datang
dari Allah ta’ala. Ayahnda Ibrahim a.s. mempunyai kedudukan yang agung di sisi
para pemeluk tiga agama ; Yahudi, Kristien dan Islam. Nama Baginda selalu
disebut-sebut dan dihubungkan dengan penghormatan, doa dan keagungan. Di antara
para Rasul, Ayahnda Ibrahim a.s. termasuk salah seorang Ulu’l-‘Azim.
Ayahnda Ibrahim a.s.
telah bersungguh-sungguh di dalam berdakwah untuk beribadah kepada Allah ta’ala
dan pengesaan-Nya. Dan Baginda telah merelakan dirinya untuk mati di jalan
‘aqidah yang ia percayai. Hidupnya penuh dengan pengorbanan demi Tuhannya.
Maka, perbuatannya dijadikan sebagai perumpamaan yang hidup dari keikhlasan dan
kecintaan yang sangat mendalam kepada Allah s.w.t. bagi seluruh umat sesudahnya.
Kedudukan dan
ketinggian posisinya juga telah mencerminkan bahwa baginda adalah Bapa para
Nabi, maka setiap Kitab yang diturunkan dari langit kepada salah seorang di
antara para Nabi setelah Ayahnda Ibrahim a.s. adalah dari keturunan dan
pengikutnya. Ini adalah suatu kedudukan bagi Ayahnda Ibrahim a.s. yang tidak
ada kedudukan apa pun yang mengunggulinya.
Sebelum hamba
melanjutkan kisah Ayahnda Ibrahim a.s. izinkan hamba menyentuh sedikit kisah
Nabi Hud a.s. dan Nabi Shalih a.s.
Ahli sejarah sepakat
membahagikan bangsa Arab kuno menjadi tiga golongan : Arab Ba’idah, Arab ‘Aribah dan yang terakhir Arab Musta’ribah. Golongan Arab Ba’idah terbahagi menjadi beberapa
kaum, di antaranya kaum ‘Ad dan Tsamud.
Kaum ‘Ad adalah
keturunan ‘Ad bin ‘Aus bin Iram. Kaum
Tsamud adalah keturunan Tsamud bin Jatsir
bin Iram. Iram adalah anak Sam bin
Nuh a.s. Sebab dinamakan Arab Al Ba’idah kerana mereka telah punah, tak
satu pun keturunannya yang tersisa. Adapun ‘Ad dan Tsamud dinamakan juga Arab
Al ‘Aribah kerana fanatik terhadap kebangsaannya.
Para sejarawan
membahagi kaum ‘Ad menjadi dua ; kaum ‘Ad period pertama dan kaum ‘Ad period
kedua. Kaum ‘Ad period pertama adalah orang yang terkenal kuat dan pemberani.
Kaum ‘Ad terdiri dari kelompok-kelompok kecil yang lebih dari seribu kelompok.
Al-Quran menunjukkan
adanya kaum ‘Ad period pertama ini sebagai berikut,
“Dan
bahwasanya Dia telah membinasakan kaum ‘Ad yang pertama, dan kaum Tsamud, maka
tidak seorang pun yang ditinggalkan hidup”. Surah An-Najm
(53) ayat 50 dan 51.
Allah s.wt. telah
mengutus seorang Rasul kepada kaum ‘Ad yang bernama Hud a.s. dari keturunan Abdullah ibnu Al-Khulud ibnu ‘Ad ibnu Aus
ibnu Iram. Al-Khulud adalah salah satu kabilah kaum ‘Ad yang menurut para
sejarawan terdiri dari 11 kelompok.
Dapat difahami dari
ayat Al-Quran bahwa tempat tinggal kaum ‘Ad di Al-Ahqaf, Allah ta’ala berfirman; “Dan ingatlah (Hud) sudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia member peringatan
kepada kaumnya di Al-Ahqaf.” Surah Al-Ahqaaf (46) ayat 21.
Al-Ahqaf merupakan kata
jamak, kata tunggalnya adalah Haqfun,
berarti ar-rimal (pasir-pasir). Al-Quran tidak menyebutkan secara pasti,
tetapi sejarawan mengatakan bahwa letak Al-Ahqaf antara Yaman dan Aman sampai Hadramaut dan As-Syajar.
‘Ad telah mendirikan
sebuah kota yang dinamakan Iram, sebagaimana disebutkan oleh Al-Quran, “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu berbuat terhadap kaum ‘Ad yaitu penduduk Iram yang mempunyai
bangunan-bangunan yang tinggi”. Surah Al-Fajr (89) ayat 6 dan 7.
Ahli purbakala
berpendapat berdasarkan penelitian, bahwa Kota Iram terletak di Gunung Ram, 25 mil dari ‘Aqabah. Telah
ditemukan di sisi gunung itu peninggalan Jahiliyah Kuno.
Para sejarawan
menyebutkan bahwa kaum ‘Ad adalah penyembah tiga berhala yakni Shada, Shamud dan Al-Haba.
Dakwah
ke Jalan Allah.
Ayahnda Hud a.s.
menyeru kaumnya untuk beribadah kepada Allah ta’ala semata-mata, dan
meninggalkan segala bentuk penyembahan terhadap berhala. Kerana, hal itu
merupakan jalan yang harus ditempuh untuk menghindari siksa pada hari kiamat.
“Dan
Kami telah mengutus kepada kaum ‘Ad saudara mereka (Hud). Ia berkata, ‘Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya.
Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya”. Surah Al-A’raaf
(7) ayat 65.
“Dan
ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Ad yaitu ketika dia memberi peringatan kepada
kaumnya di Al-Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi
peringatan sebelumnya (dengan mengatakan, ‘Janganlah kamu menyembah selain
Allah’, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab di hari yang besar”.
Surah Al-Ahqaaf (46) ayat 21.
Kaum ‘Ad beri’tikad
bahwa berhala-berhala itu merupakan sekutu Allah ta’ala, dan dapat memberi
pertolongan di sisi Allah ta’ala. Maka, Ayahnda Hud a.s. menasihati mereka, “Kamu sekalian berbohong dalam pengakuan
kalian itu, kerana tak ada satu pun yang patut disembah kecuali Allah ta’ala”.
Lihat surah Huud (11) ayat 50.
Akan tetapi, apakah
hasil dakwah yang dapat diperoleh dari kaum ‘Ad? Mereka menghina Ayahnda Hud
a.s. dan meremehkannya. Mereka menganggap Ayahnda Hud a.s. sebagai bodoh, tidak
berakal dan bohong. Tetapi Ayahnda Hud a.s. membantah tuduhan dan anggapan
mereka itu. Untuk memperkuatkan bantahannya, Ayahnda Hud a.s. mengatakan bahwa
dirinya adalah seorang Rasul yang diutus Allah ta’ala, Tuhan semester alam ini,
dan Ayahnda Hud a.s. tidak mempunyai motivasi lain dalam dakwahnya kecuali
untuk memberi nasihat. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 66-68.
Kaum ‘Ad dilanda
kemarau panjang. Tak ada hujan selama 3 tahun, sesudah Ayahnda Hud a.s.
berdakwah kepada kaumnya mengikuti petunjuk Allah ta’ala tetapi mereka
menentang tidak mahu mengikutinya. Kemarau panjang itu sebagai peringatan bahwa
saat datangnya azab sudah dekat. Ketika itu, Ayahnda Hud a.s. member fatwa,
menasihati kaumnya. “Berdoalah kepada Tuhan kalian memohon ampun atas dosa-dosa
yang telah kalian lakukan, kemudian bertaubatlah kembali kepada Tuhan. Jika
kalian lakukan, niscaya Dia akan menurunkan hujan lebat. Maka perbanyaklah
kebaikan-kebaikan, niscaya Tuhan menambah kekuatan kalian. Ingatlah, jangan
sekali-kali kalian menentang ajakanku untuk berbakti kepada Allah s.w.t.,
kerana akan mengakibatkan kalian kufur dan berdosa besar.” Lihat surah Huud (11) ayat 52.
Sesudah dilanda kemarau
panjang selama 3 tahun, datanglah perintah Allah s.w.t. menrunkan azab kepada
kaum ‘Ad setelah mereka terus-menerus mengingkari risalah Nabi Hud a.s. Allah
ta’ala menyelamatkan Ayahnda Hud a.s. dan orang-orang Mukmin dari azab itu, sedang
orang-orang kafir yang bergelimang dosa itu dihancurkan. Lihat surah Hud ayat
58.
Adapun cara
menyelamatkan Ayahnda Hud a.s. dan orang-orang Mukmin, Al-Quran tidak
menerangkan. Hanya sebahagian sejarawan berpendapat bahwa selamatnya Ayahnda
Hud a.s., dia meninggalkan kaumnya sesudah menemui jalan buntu dalam berdakwah,
lantaran kaum ‘Ad tetap tidak mahu menerima dakwahnya itu. Kepergian Ayahnda
Hud a.s. diikuti orang-orang yang beriman menuju kota Makkah. Di sana Ayahnda
Hud a.s. tinggal dan tak lama kemudia meninggal dan dimakamkan di sana pula.
Firman Allah ta’ala, “Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah
dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang. Yang Allah
menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus
menerus, maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan
seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk). Maka
kamu tidak melihat seorang pun yang tinggal di antara mereka.” Surah Al-Haaqqah
(69) ayat 6-8.
“Dan
juga pada (kisah) ‘Ad ketika Kami kirimkan kepada mereka angin yang
membinasakan, angin itu tidak membiarkan suatu pun yang dilandanya, melainkan
dijadikannya seperti serbuk.” Surah Adz-Dzaariyaat (51)
ayat 41dan 42.
Kepada kaum Tsamud,
Allah s.w.t. mengutus seorang Rasul yang bernama Shalih a.s. ibnu ‘Ubaid ibnu
Arif ibnu Maasikh ibnu ‘Ubaid ibnu Khaidir ibnu Tsamud ibnu Jatsir ibnu Iram.
Allah s.w.t. mengutus
Ayahnda Shalih a.s. kepada kaum Tsamud untuk mengajak mereka beribadah kepada
Allah s.w.t. dan meninggalkan penyembahan patung-patung. Ajakan Ayahnda Shalih
a.s. kepada mereka, “Hai kaumku, beribadahlah hanya kepada Allah ta’ala
semata-mata. Jangan menyekutukannya dengan sesuatu pun. Dia yang menciptakan
kamu dari tanah, Dialah yang menjadikan kamu dapat membangun dengan menyediakan
sarana-sarana pembangunan. Maka pantaslah kalian harus memohon ampun kepada-Nya
atas perbuatan dosa yang telah kalian lakukan. Bertaubatlah kepada-Nya kerana
Allah ta’ala itu dekat dengan kalian, mengabulkan permohonan orang-orang yang
berdoa, mengampuni dosa orang yang bertaubat, jika ia benar-benar beriman dan
ikhlas dalam berdoa. Lihat surah Huud (11) ayat 61.
Al-Quran tidak
menentukan tempat tinggal kaum Tsamud, tetapi firman Allah menjelaskan, “Dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu
besar di lembah.” Surah Al-Fajr (89) ayat 9.
Jadi tempat tinggal
mereka di daerah pergunungan batu. Yang di maksud lembah oleh ayat ini ialah lembah Al-Qura. Di lembah inilah mereka
tinggal. Kebanyakan ahli sejarah menentukan desa
Al-Hajr sebagai perkampungan kaum Tsamud. Mereka menyebutkan bahwa di sana
ada sebuah sumur yang dinamakan sumur
Tsamud. Rasulullah s.a.w. pernah mendatangi sumur itu pada waktu perang
Tabuk, dan melarang sahabat-sahabatnya meminum air dan memasuki rumah-rumah di
kampung itu.
Kaum Tsamud adalah
penyembah banyak berhala, antara lain, Wad,
Jad, Had, Syams, Manaf, Manaat, Al-Lata dan sebagainya.
Kemewahan
Yang Menghancurkan.
Kaum Tsamud
membohongkan Nabi yang diutus Allah s.w.t., menolak ajakannya untuk beribadah
kepada Allah ta’ala, bertakwa dan meng-Esakan-Nya. Padahal ia Rasul yang dapat
dipercayai dan tak mengharapkan upah dalam menyampaikan ajaranya.
Kebiasaan kabilah
Tsamud bergelimang dalam kemewahan material antara lain dalam masalah makanan,
minuman dan tempat tinggal dengan bangunan-bangunan yang menjulang kukuh.
Sehingga mereka ingkar terhadap Nabinya yang bernama Shalih a.s. Ayahnda Shalih
a.s. berkata menasihati mereka, “Apakah kalian mengira Alah ta’ala akan
membiarkan kalian bersenang-senang dengan kenikmatan itu. Apakah kalian mengira
dapat melindungi diri kalian dari azab Allah s.w.t., sehingga kalian
berpoya-poya sekehendak hati dengan kebun-kebun, mata air, pertanian dengan
buah kurmanya yang manis dan masak. Kalian pahat bagian-bagian gunung untuk
dijadikan tempat tinggal dan rumah-rumah yang nyaman menyenangkan. Kemudian
kalian tidak mahu mensyukuri nikmat Allah ta’ala yang banyak ini. Bertakwalah
kepada Allah s.w.t., taatilah nasihat-nasihatku. Aku mengajak kalian ke jalan
Allah s.w.t., janganlah kalian turutkan perbuatan-perbuatan orang yang melampaui
batas. Mereka melampaui batas (mempengaruhi kalian) dalam kekufuran dan
kemaksiatan. Mereka membabibuta membuat kemaksiatan di dunia dan tidak
mengetahui jalan yang benar. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 141 – 152.
Selanjutnya Ayahnda
Shalih a.s. berkata kepada mereka, “Dan
ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang
berkuasa) sesudah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di Bumi. Kamu dirikan
istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya
untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu
merajalela di muka Bumi membuat kerusakan.” Surah Al-A’raaf (7) ayat 74.
Kaum Tsamud tidak mahu
percaya terhadap nasihat-nasihat Ayahnda Shalih a.s. Bahkan sebaliknya, mereka
menuduh bahwa Ayanda Shalih a.s. terkena sihir yang mengganggu fikirannya.
Sehingga dengan pengaruh sihir itu, ia telah mengaku sebagai utusan Allah
s.w.t. Mereka menuntut Ayahnda Shalih a.s. menunjukkan mu’jizat bila ia benar-benar
Rasul Allah ta’ala. Kemudian Ayahnda Shalih a.s. mendatangkan seekor unta
betina hamil dan gemuk yang diciptakan oleh Allah s.w.t. dari ketulan bukit
batu ditengah-tengah gurun pasir kepada mereka.
Ayahnda Shalih a.s. merintahkan agar mereka jangan mengganggu, menghina, mengusir, menunggangi atau menyembelih unta itu. Allah ta’ala menyediakan air minum unta itu pada hari yang telah ditentukan, dan untuk mereka disediakan air minum pada hari lain. Allah s.w.t. mengancam akan menyiksa mereka apabila berbuat jahat terhadap unta itu. Keselamatan mereka tergantung pada keselamatan unta itu pula. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 153-156 dan surah Al-Qamar (54) ayat 27-28.
Ayahnda Shalih a.s. merintahkan agar mereka jangan mengganggu, menghina, mengusir, menunggangi atau menyembelih unta itu. Allah ta’ala menyediakan air minum unta itu pada hari yang telah ditentukan, dan untuk mereka disediakan air minum pada hari lain. Allah s.w.t. mengancam akan menyiksa mereka apabila berbuat jahat terhadap unta itu. Keselamatan mereka tergantung pada keselamatan unta itu pula. Lihat surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 153-156 dan surah Al-Qamar (54) ayat 27-28.
Unta itu tetap berada d
antara mereka beberapa lama, memakan tumbuh-tumbuhan dan diberi minum hari-hari
tertentu dan tidak diberi minum pada hari yang lain. Tidak dapat lagi bahwa
berdirinya unta seperti semula, tidak mengalami perubahan. Hal itu
mengakibatkan banyak orang yang cenderung untuk mengikuti Ayahnda Shalih a.s.,
kerana hal itu merupakan tanda kebenaran kenabiannya. Keadaan seperti itu
mengejutkan para pemimpin sehingga mereka merasa takut kalau negerinya hancur
dan hilang kekuasaan mereka. Maka mereka bertekad membunuh unta betika itu pada
malam hari, dan mereka menganggap Ayahnda
Shalih a.s. dan orang-orang yang beriman kepadanya sebagai musuh.
Ayahnda Shalih a.s.
sudah dapat merasa rancangan jahat mereka. Lihat surah An-Naml (27) ayat 46 dan
47. Para pemimpin yang bersikap sombong mencela orang-orang Mu’min dan menyebut
mereka sebagai orang-orang lemah kerana mereka beriman kepada risalah Ayahnda
Shalih a.s. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 75 dan 76.
Setelah mereka
melanggar larangan Allah s.w.t., Ayahnda Shalih a.s. memberitahukan bahwa azab
pasti datang 3 hari kemudian. Lihat surah Al-A’raaf (7) ayat 77 dan surah 11
ayat 65 “Mereka membunuh unta itu, maka
berkata Shalih, ‘Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari, itu
adalah janji yang tidak dapat didustakan”.
Diantara kaum Tsamud
terdapat 9 (Sembilan Jahanam) orang lelaki yang sangat kufur dan berlebih-lebihan
dalam membuat kerusakan di dunia. Mereka sepakat untuk membunuh Ayahnda Shalih
a.s. mereka bersumpah kepada Allah ta’ala untuk menyerang Ayahnda Shalih a.s.
dan keluarganya pada malam hari dan membunuh mereka secara rahsia. Jika pendukung
dan kerabatnya kemudian menuntut pertanggungjawaban atas pembunuhan itu, mereka
akan memungkiri tindakan tersebut. Untuk memperkuatkannya mereka akan
mengatakan tidak menyaksikan terjadinya pembunuhan dan tidak campur tangan
dalam masalah itu. Lihat surah An-Naml (27) ayat 48 hingga 52.
Kehancuran kaum Tsamud
adalah kerana sambaran petir sesuai dengan firman Allah ta’ala; “Maka mereka berlaku angkuh terhadap
perintah Tuhannya lalu mereka disambar petir sedang mereka melihatnya.”
Surah Adz-Dzaariyaat (51) ayat 44.
Petir adalah tenaga
elektrik yang terjadi kerana pertemuan particle listrik positive yang disebut
proton dengan particle listrik negative yang disebut electron dekat dengan
Bumi, maka akan menimbulkan gaya listrik dengan particle listrik positive yang ada
di Bumi. Kalau pertemuan proton dengan electron itu pada pohon-pohonan atau
manusia, maka benda itu akan terbakar. Apabila mengena kepada batu, maka batu
tersebut pecah. Demikian pula apabila mengena kepada bangunan ia akan hancur.
Kehancuran benda yang
terkena panahan petir itu tergantung kepada besarnya tenaga listrik yang
ditimbulkan oleh proton dan electron tersebut.
Al-Quran menyebutkan
bahwa As-Sha’iqah kadang-kadang
diibaratkan dengan Ar-Rajfah,
At-Thaghiyah dan As-Shaihah.
“dan
satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim…”
surah Huud (11) ayat 67.
“Adapun
kaum Tsamud, maka mereka telah dibinasakan dengan kejadian yang luar biasa.”
Surah Al-Haaqqah (69) ayat 5.
Yang dimaksudkan dengan
kejadian luar biasa itu ialah petir yang amat keras yang menyebabkan suara
mengguntur dan dapat menghancurkan.
“Kerana
itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan
di tempat tinggal mereka.” Surah Al-A’raaf (7) ayat 78.
Kerana As-Sha’iqah
menimbulkan suara mengguntur, maka itulah yang dimaksudkan dengan sebutan
As-Sha’iqah, dan petir itu juga menimbulkan guncangan, bagaikan terjadinya
gempa yang mengguncangkan hati. Sehingga disebut pula Ar-Rajfah, kerana kalau
terjadi di suatu tempat suaranya akan mengguntur sampai ke tempat lain.
As-Sha’iqah yang
disifat oleh Al-Quran dengan bermacam-macam ibarat menunjukkan pengertian yang
mendalam bagi akibat yang ditimbulkan, pengaruh suaranya dan kejadiannya.
Wallahu’alam.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan