“Dan
Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan kamu dalam agama suatu kesempitan.
Ikutilah agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian
orang-orang muslim dari dahulu”. Surah Al Hajj (22)
ayat 78.
Assalamu’alaikum...wrt,
semoga kita semua dirahmati Allah azawajalla.
Al-Quran telah
menerangkan bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang tua kepada bangsa Arab.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala yang ditujukan kepada orang-orang Mu’min Arab
dalam ayat di atas.
Kemudian Al-Quran
menjelaskan pula bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang tua para Nabi yang
datang sesudahnya. Allah s.w.t. berfirman, “Dan
kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya’aqub kepadanya. Kepada keduanya
masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah
Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya yaitu Daud,
Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas.
Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya).” Surah
Al-An’aam (6) ayat 84 – 86.
Babilon
kota kelahiran Ayahnda Ibrahim a.s.
Berdasarkan perbandingan
antara ungkapan yang terdapat di dalam Safru’t-Takwin
dan penemuan para sarjana archaeology, dapatlah dibuktikan bahwa masa
Ayahnda Ibrahim a.s. itu tidak akan kembali kepada 2000 tahun sebelum masihi.
Dan negeri Ur (Caldania) adalah tempat Ayahnda Ibrahim a.s. dibesarkan. Negeri
itu sekarang dikenal dengan nama Mughir, terletak di antara sungai Tigris dan
Eufrat, di padang yang luas sampai ke selatan. Kemudian Safru’t-Takwin menerangkan bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. telah pergi
bersama ayahnya menuju dekat Kota Haran di barat jauh Mesopotamia.
Sumber-sumber Arab
menyebut bahwa Ayahnda Ibrahim a.s. dilahirkan di Babilon (Tarikhu’th Thabari). Dan ahli sejarah, Yakut (Mu’jamu’l-Buldan tentang Babilonia) menggambarkan negeri Babilon
sebagai berikut, “Ia berada di antara Tigris dan Eufrat yang disebut As-Sawad. Ayahnda Ibrahim a.s.
dilahirkan pada masa Raja Namrud bin Kan’an bin Kusy.”
Sejarah menetapkan
bahwa pada masa Ayahnda Ibrahim a.s. hidup di Iraq, kebudayaan Babilonlah yang
mendominasi di sana. Apa sebenarnya kepercayaan penduduk Babilon itu?
Mengetahui kepercayaan mereka ini akan sangat membantu kita dalam memahami
ayat-ayat Al-Quran yang menggambarkan kepercayaan kaum Ayahnda Ibrahm a.s.
Penduduk Kota Babilon
mempunyai banyak ‘tuhan’. Setiap Bandar mempunyai satu ‘tuhan’ yang
memeliharanya. Daerah-daerah dan perkampungan pun mempunyai ‘tuhan-tuhan kecil’
yang disembah, di samping secara rasmi mereka menyerahkan diri kepada ‘tuhan’
yang terbesar. Kemudian, sedikit demi sedikit berkurangan jumlah ‘tuhan-tuhan’
itu, setelah ‘tuhan-tuhan kecil’ itu ditafsirkan sebagai gambaran-gambaran atau
sifat-sifat bagi ‘tuhan-tuhan’ yang besar. Atas dasar ini, maka Marduk menjadi ‘tuhan’ Babilon yang
terbesar.
Raja-raja adalah
orang-orang yang merasa sangat memerlukan ampunan dari ‘tuhan-tuhan’. Oleh
sebab itu, mereka mendirikan haekal-heakal dan menyajikan peralatan-peralatan,
makanan dan anggur.
Di dalam lingkungan
yang didominasi oleh banyak ‘tuhan’ dan pembuatan patung-patung untuk disembah,
Allah ta’ala telah memberi petunjuk dan hakikat yang agung kepada Ayahnda
Ibrahim a.s. Sehingga Baginda sadar akan kebenaran pendapatnya dan wahyu Tuhan,
bahwa Allah itu Satu dan hanya Dialah yang memelihara alam ini. Maka Ayahnda
Ibrahim a.s. bertekad memberikan peringatan dan menyelamatkan kaumnya dari kebatilan dan kesyirikan. Untuk itu, Baginda pergi bertemu mereka untuk memberi
nasihat, dan melarang kebiasaan salah yang mereka lakukan.
Inilah yang dijelaskan
Al-Quran kepada kita dangan firman Allah s.w.t., “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah
kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya.
(Ingatlah), ketika Ibrahim bekata kepada bapaknya dan kaumnya, ‘Patung-patung
apakah ini yang kamu tekun beribadat kepadanya?’. Mereka menjawab, ‘Kami
mendapati bapak-bapak kami menyembahnya’. Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya kamu
dan bapak-bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata’. Mereka menjawab, ‘Apakah
kamu datang kepada kami dengan sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang-orang
yang bermain-main?’. Ibrahim berkata, ‘Sebenarnya Tuhan kamu ialah Tuhan langit
dan bumi yang telah menciptakannya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat
memberikan bukti atas yang demikian itu.” Surah Al-Anbiyaa’ (21) ayat 51 –
56.
Alasan penyembahan patung-patung
itu adalah kerana didapati bapa-bapa mereka biasa menyembahnya. Oleh sebab itu,
mereka pun mengikutinya. Ini adalah alasan lemah yang dikemukakan oleh para
perosak pada setiap zaman di hadapan orang-orang yang mengadakan perbaikan.
Yang menyebabkan alasan itu lemah adalah kerana mereka tidak menggunakan akal
fikiran. Mereka hanya ikut-ikutan kepada orang-orang sebelumnya, sehingga tak
ubahnya seperti binatang.
Oleh sebab itu, Ayahnda
Ibrahim a.s. ingin membebaskan kaumnya dari penyembahan terhadap
berhala-berhala dan dampak negative berupa keyakinan terhadap cerita-cerita
bohong. Untuk menghubungkan manusia kepada hakikat agung yang wajib dicari oleh
setiap manusia di atas bumi ini, tidak lain hanyalah ibadat kepada Allah s.w.t.
semata-mata.
Perkataan inilah yang
ditujukkan Ayahnda Ibrahim a.s. kepada kaumnya, “Ibrahim berkata, ‘Maka apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu
kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, kerana sesungguhnya apa
yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta alam, (yaitu Tuhan)
yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Tuhanku, yang
Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkan aku, dan yang akan mematikan aku, kemudian akan menghidupkan aku
(kembali), dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari
kiamat.” Surah Asy-Syu’araa’ (26) ayat 75 – 82.
Demikianlah keimanan
Ayahnda Ibrahim a.s. Keimanan seorang yang menyerahkan diri kepada Tuhannya
dengan segenap anggota badannya. Keimanan yang melepaskan kegelisahan dan
kesedihan dari dalam jiwa, lalu menyempurnakan ketenangan dan kebahagiaan
kepadanya. Keimanan yang menyelamatkan jiwa dari penyerahan diri kepada
cerita-cerita bohong dan kecenderungan kepada angan-angan kosong. Sesungguhnya
tidak ada yang memberi rezeki, yang menyembuhkan, yang menghidupkan, yang
mematikan dan yang mengampuni dosa selain daripada Allah s.w.t. Tuhan alam
semesta.
Bersambung, insyaAllah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan