Assalammu’alaikum…wrt,
Alhamdulillah hari ini Selasa 17/07/2012M bersamaan 27/08/1433H, tiga hari lagi
kita semua umat Islam akan menyambut bulan Ramadhan al-Mubarak. Di sini hamba
mengucapkan kepada saudara/i sekalian dimana saja berada, Selamat menjalani
ibadah Puasa Ramadhan dan Selamat berTerawih berjemaah beramai-ramai. Jadikan
Ramadhan tahun ini lebih baik dari tahun lepas. InsyaAllah.
Perbandingan
antara Taurat dan Al-Quran dalam menyajikan kisah Ayahnda Ibrahim a.s.
Orang yang
membandingkan datangnya kisah Ayahnda Ibrahim a.s. dari Perjanjian Lama dan
Al-Quran, akan melihat adanya perbezaan yang besar antara keduanya. Maka ketika
kita melihat bahwa Perjanjian Lama sangat ingin untuk mengisahkan kehidupan
Ayahnda Ibrahim a.s. dan apa-apa yang terjadi di dalam hidupnya berupa
perpindahan tempat, peristiwa-peristiwa, dan janji Allah s.w.t. yang diberikan
kepadanya dan keturunannya untuk menjadi pemimpin di muka bumi. Kita mendapati
bahwa Kita Suci Al-Quran menyajikan kehidupan Ayahnda Ibrahim a.s. yang khusus
dengan penyajian yang ringkas.
Akan tetapi di dalam
menyajikannya, Al-Quran menonjolkan segi-segi lain yang lebih banyak
manfaatnya. Maka ia membicarakan kedudukan Ayahnda Ibrahim a.s. di sisi
Tuhannya dan di dalam jihadnya di jalan Allah s.w.t. Al-Quran menganalisa
kepribadian serta akhlaknya yang tinggi dan pengorbanannya. Dan berbicara tentang
misi Tauhid yang diserukan, serta argumentasi-argumentasi logis yang
dikemukakan terhadap kebatilan penyembahan berhala-berhala. Sebagaimana Al-Quran
berbicara tentang Takwa Ayahnda Ibrahim a.s., doanya kepada Tuhannya, ketebalan
imannya dan keikhlasannya kepada Tuhan yang tidak kita dapati di dalam
Perjanjian Lama.
Ini adalah keistimewaan
Al-Quran di dalam berbicara tentang kehidupan Ayahnda Ibrahim a.s. yang
membuatnya mempunyai kedudukan khusus yang tidak dicapai oleh kitab-kitab
Samawi lainnya.
Kedudukan
Ayahnda Ibrahim a.s.
Kepada saudara/i
pembaca sekalian, hamba sajikan sebahagian sifat-sifat Ayahnda Ibrahim a.s.
yang disebutkan di dalam Al-Quran dan yang di dalamnya Allah s.w.t.
menggambarkan Ayahnda Ibrahim a.s. sebagai contoh teladan bagi petunjuk,
ketaatan dan syukur. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan
lagi patuh kepada Allah lagi Hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), lagi yang mensyukuri nikmat-nikmat
Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan
Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat
benar-benar termasuk orang-orang yang soleh.” Surah an-Nahl (16) ayat
120-122.
Allah s.w.t.
menggambarkan Ayahnda Ibrahim a.s., bahwasanya dia adalah suatu umat; artinya
bahwa dia sendiri adalah umat di antara umat-umat, kerana keadaannya yang
memiliki segala keutamaan-keutamaan yang baik. Kalimat ini adalah tempat
berkumpulnya perkataan-perkataan yang terus-menerus memuji Ayahnda Ibrahim a.s.
Kerana setiap yang ada pada manusia dari hal-hal yang baik dan akhlak yang
suci, telah dikumpulkan oleh Allah Ta’ala untuk nabi-Nya Ibrahim a.s. Dan oleh
sebab itu, maka Ayahnda Ibrahim a.s. menjadi seorang imam yang ditauladani.
Dan Allah s.w.t.
menggambarkan, bahwa dia adalah seorang yang hanif dan sekali-kali bukanlah
termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan, atau bahwa dia adalah seorang yang
men-tauhidkan-Nya dan ikhlas beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya
dengan sesiapa pun di antara makhluk-Nya. Dia juga orang yang khusyu’ dan taat
kepada-Nya dan mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya. Sebagaimana dia
juga orang yang bersyukur atas nikmat-nikmat Allah Ta’ala yang dilimpahkan
kepadanya. Oleh kerana itu, ia berhak mendapat kedudukan seperti yang
disebutkan dalam Al-Quran, “Allah telah
memilihnya dan menunjukinya ke jalan yang lurus.”
Allah s.w.t. telah
memilihnya untuk membawa risalah-Nya dan menunjukinya untuk menapaki jalan
benar dan lurus yang menyampaikannya kepada redha Allah Ta’ala. Penggambaran
itu sampai kepada Allah Ta’ala, firman-Nya; “Dan
Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat
benar-benar termasuk orang-orang yang soleh.” Atau bahwa Allah s.w.t.
menjadikan baginya sebutan yang baik di dunia dan di akhirat ia termasuk orang
soleh yang diberi nikmat dengan syurga dan keridhaan-Nya.
Di antara apa yang
digambarkan Allah Ta’ala di dalam Al-Quran itu adalah, “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat
(perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman,
‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim
berkata, ‘(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.’ Allah berfirman, ‘Janji-Ku
(ini) tidak mengenai orang yang zalim.” Surah Al-Baqarah ayat 124.
Allah s.w.t. telah
memperlihatkan kepada kita bahwa Dia telah menguji Ayahnda Ibrahim a.s. dengan
kewajiban-kewajiban Syari’at, perintah dan larangan. Maka Ayahnda Ibrahim a.s.
menyempurnakan dan mengerjakannya dengan sebaik-baiknya. Kemudian Tuhannya
berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikanmu
seorang imam bagi manusia. Mereka mengikutimu dan menteladanimu.” Ketika
itu Ayahnda Ibrahim a.s. memohon agar menjadikan sebagian keturunannya juga
imam-imam. Allah Ta’ala menjawab bahwa imamah (kepimpinan) ini tidak akan
mengenai orang-orang yang zalim.
Dalam firman ini
terdapat suatu isyarat bahwa di antara keturunannya ada orang-orang yang baik
dan ada pula orang-orang yang durhaka. Kemudian perhatikanlah, bagaimana Allah
Ta’ala memberitahukan kepada Ayahnda Ibrahim a.s. bahwa kepemimpinan itu tidak
akan mengenai orang-orang yang zalim, kerana mereka bukanlah orang yang berhak
untuk diteladani. Dan bagaimana pula Allah Ta’ala menghendaki untuk menjauhkan
seluruh manusia dari orang-orang yang zalim dan meniadakan kepemimpinan mereka
atas urusan-urusan manusia. Menurut pandangan Al-Quran, kezaliman itu adalah
melampaui batas-batas Allah Ta’ala dan tidak mengikuti ajaran-ajaran-Nya.
Allah s.w.t. berfirman,
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
zalim.” Surah Al-Maidah ayat 45.
Dan Allah s.w.t.
berfirman tentang Ayahnya Ibrahim a.s.. “Ceritakanlah
(hai Muhammad) kisah Ibrahim di dalam Al-Kitab (Al-Quran) ini. Sesungguhnya ia
adalah seorang yang sangat membenarkan lagi seorang nabi.” Surah Maryam
ayat 41.
Maknanya; Ceritakanlah
hai Muhammad s.a.w. kepada kaummu kisah Ibrahim a.s., mudah-mudahan mereka
dapat mengambil pelajaran daripadanya. Ini adalah Nabi yang digambarkan dengan
As-Siddiq, yaitu kesungguhan dan kedalaman di dalam kebenaran. Ayahnda Ibrahim
a.s. telah berhak menyandang gelarankan ini, kerana kelebihannya di dalam
kebenarannya. Dan perhatikanlah, bagaimana Allah Ta’ala menggambarkan
kebenarannya itu sebelum menggambarkannya dengan kenabian, untuk memperlihatkan
kepada kita nilai dari kebenaran itu dan bahwasanya ia adalah salah satu di
antara sendi-sendi daripada kenabian.
Allah s.w.t. melukiskan
Ayahnda Ibrahim a.s. di dalam Al-Quran dengan firman-Nya, “Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji.”
Surah An-Najm ayat 37.
Yaitu menyempurnakan
segala apa yang diperintahkan Tuhan kepadanya dari sifat-sifat iman dan
cabang-cabangnya. Dan dia tidak pernah mengesampingkan hal yang patut
disyukurinya, kerana disibukkan oleh suatu urusan yang mulia. Dia tidak pula
meremehkan perkara yang kecil, kerana urusan yang besar.
Dan Allah s.w.t.
menceritakan kedudukan Ayahnda Ibrahim a.s. dengan firman-Nya, “Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi
kesayangan-Nya.” Surah Al-Insan ayat 125.
Suatu pendapat
mengatakan, bahwa makna Al-Khalil dalam ayat tersebut di atas adalah orang yang
dicintai di mana tidak ada cacat dalam kecintaan-Nya itu. Pendapat lain
mengatakan bahwa Al-Khullah mengandungi kesempurnaan dan kedalaman cinta. Allah
Ta’ala mencintai orang-orang yang suci di antara hamba-hambaNya. Dan Ayahnda
Ibrahim a.s. adalah orang yang sempurna kecintaannya kepada Allah s.w.t. Oleh
sebab itu, ia memusuhi bapaknya dan kaumnya di jalan Allah Ta’ala. Dan oleh
kerana itu, Allah s.w.t. mencintainya dan mengambilnya menjadi kesayangan-Nya.
Ayahnda
Ibrahim a.s. orang yang muslim dan hanif.
Menurut pemahaman
kebanyakan orang, bahwa Islam adalah sebuah nama yang telah diberikan Nabi
Muhammad s.a.w. untuk agamanya, dan bahwa Baginda s.a.w. adalah orang yang
pertama menemukan nama ini. Tidak ragu-ragu lagi bahwa hal ini adalah salah. Kerana
pada hakikatnya, sebagaimana yang dimaklumkan oleh Al-Quran, bahwa para Nabi
Allah seluruhnya adalah orang muslim.
Dan sebagai pelopornya
adalah Ayahnda Ibrahim a.s. yang telah meridhai nama ini untuk agamanya, lalu
memberikan nama itu kepada para pengikutnya dan mewasiatkannya kepada
keturunan-keturunannya. Maka Al-Quran berbicara kepada orang-orang Arab yang
beriman kepada risalah Nabi Muhammad s.a.w. dan memeluk Islam, “Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (ikutilah) agama
orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim
dari dahulu.” Surah Al-Haj ayat 78.
Dan Nabi Muhammad
s.a.w. diperintahkan untuk mengikuti agama Ibrahim a.s. yang berdasarkan ibadah
kepada Allah Ta’ala semata-mata. Allah s.w.t. berfirman kepada Rasul-Nya Muhammad
s.a.w.. “Kemudian kami wahyukan kepadamu (Muhammad
s.a.w.), ‘Ikutilah agama Ibrahim, seorang yang hanif’. Dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” Surah Al-Nahl ayat 123.
Arti Islam : Apa
sebenarnya Islam itu? Apa hakikat maknanya dengan mengambil pemahaman dari
seluruh Nabi-nabi Allah? Ibnu Taimiyah di dalam mendifinasikannya, mengatakan, “Islam
itu ialah, apabila seseorang menyerahkan dirinya kepada Allah Ta’ala dan bukan
kepada yang lainnya. Kemudian ia beribadah kepada Allah Ta’ala dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, bertawakkal kepada-Nya semata-mata,
berharap dan takut kepada-Nya semata-mata, dan mencintai Allah Ta’ala dengan kecintaan
yang sempurna, tidak mencintai makhluk apapun seperti cintanya terhadap Allah
Ta’ala. Bahkan ia mencintai, membenci, memerintah dan memusuhi kerana Allah Ta’ala.
Maka barangsiapa yang enggan beribadah kepada Allah Ta’ala, bukanlah ia seorang
yang muslim. Dan barangsiapa yang menyembah selain Allah Ta’ala bersama-Nya,
bukanlah pula ia seorang
muslim.”
Inilah dia Islam, dan
inilah pula artinya. Dan tidak heran lagi bahwa Allah s.w.t. akan memuji
orang-orang yang mengambil arti ini, berkemas dengan arti ini dan mengikuti
ayahnda mereka Ibrahim a.s.
“Dan
siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan diri
kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama
Ibrahim yang lurus?” Surah Al-Insan ayat 125.
Hadiahkan Al-Fatihah untuk arwah Pak Ngah Kasim
Orang yang menyerahkan
diri kepada Allah Ta’ala adalah orang yang ikhlas beribadah kepada-Nya dan
bekerja untuk mencari keridhaan-Nya. Sedang orang yang mengerjakan kebaikan
adalah orang yang memperbaiki pekerjaannya, maka ia berbuat kebaikan-kebaikan. Dan
kebaikan-kebaikan itu adalah amal soleh.
Dengan demikian, maka Islam adalah suatu janji, di mana manusia
meletakkan jiwa, diri, hati, perasaan, perkataan, kesenangan-kesenangan,
kemarahan dan keridhaannya pada pertimbangan-pertimbangan Allah Ta’ala.
Ayanda Ibrahim a.s.
berkata kepada kaumnya, “Dan telah nyata
antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja.” Surah Al-Mumtahanah ayat 4.
Dan ia berkata pula, “Sesungguhnya aku menghadapkan diri kepada
Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang yang mempersekutukan Tuhan.” Surah
Al-An’am ayat 79.
Demikianlah ke-Islam-an
Ayahnda Ibrahim a.s. Oleh sebab ke-Islam-annya itulah, maka Allah s.w.t.
memilihnya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan
sesungguhnya Kami telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di akhirat
benar-benar termasuk orang-orang yang soleh. Ketika Tuhannya berfirman
kepadanya, ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Tuhan
semesta alam.” Surah Al-Baqarah ayat 130-131.
Wallahu’alam.
Bersambung insyaAllah.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan