Firman
Allah s.w.t. dalam surah al-An’am ayat 65;
“Katakanlah : Dialah yang berkuasa untuk
mengirimkan seksaan kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu (azab yang
datang dari atas seperti hujan batu, sambaran petir dan lain-lain. Yang datang
dari bawah seperti gempa bumi, banjir dan sebagainya) atau Dia mencampurkan
dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada
sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami
mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahaminya.”
Ubai
bin Ka’ab r.a. ketika menafsirkan ayat di atas berkata, “Ada empat peristiwa yang pasti akan terjadi.
Dua di antaranya terjadi 25 tahun sesudah kewafatan Rasulullah s.a.w. Mereka
berpuak-puak dengan mengikut hawa nafsu mereka dan sebahagian puak berselisih
dengan puak yang lain, sedangkan dua peristiwa lagi yang pasti akan terjadi
adalah tanah longsor dan gempa bumi.”
Umat-umat
dan kaum-kaum yang sebelumnya, banyak yang telah dibinasakan oleh Allah dengan
kelaparan, tenggelam, angina taufan dan sebagainya sehingga mereka musnah dari
permukaan bumi ini, sedangkan bagi umat Rasulullah ini, Allah s.w.t. menjamin
tidak akan dibinasakan dengan kelaparan dan tenggelam. Jika ada musibah
kelaparan, banjir, angina taufan dan gempa bumi tetapi hal itu tidak
membinasakan umat ini sekali gus.
Doa untuk Para Pembohong
Setelah
Ayahnda Nuh a.s. mengerahkan segala kemampuannya dalam memberi dakwah dan
petunjuk kepada kaumnya, ternyata usahanya mengalami jalan buntu. Baginda
bersimpuh mengadukan hal kaumnya kepada Allah s.w.t.,
“Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya
kaumku telah mendustakan aku, kerana itu adakanlah keputusan antaraku dan
antara mereka, dan selamatkanlah aku dan orang-orang yang Mukmin besertaku.”
(Surah asy-Syu’araa’ ayat 117 dan 118)
Selanjutnya,
Ayahnda Nuh a.s. memohon agar kaumnya dihancurkan,
“Nuh berkata, ‘Ya Tuhanku, janganlah
Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas
bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan
menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang
berbuat maksiat lagi sangat kafir.”
(Surah Nuh ayat 26 dan 27)
Ayahnda
Nuh a.s. berdoa kepada Allah s.w.t. agar melenyapkan semua orang kafir dari
permukaan bumi ini, tak seorang pun yang perlu ditinggalkan. Kerana, jika
dibiarkan orang-orang kafir berlarut-larut berbuat kesesatan, akan menyesatkan
orang lain dari kebenaran, akan menyebarluaskan perbuatan dosa, bahkan akan
mewariskan kesesatan itu kepada generasi penerusnya. Sebab bagaimanapun juga
mereka itu akan hidup di lingkungan orang yang bercuat dosa dan kekufuran.
Membina Kapal (Safinatu an-Najah)
Allah
s.w.t. mengabulkan doa Ayahnda Nuh a.s. Sebelum menghancurkan kaum yang tidah
beriman, Allah s.w.t. menghendaki agar Ayahnda Nuh a.s. dengan risalahnya
berupaya membuat sarana keselamatan bagi orang-orang Mukmin, dengan memberinya
wahyu. Tetapi tak seorang pun mempercayai adanya wahyu itu kecuali orang-orang
Mukmin, Allah s.w.t. memerintahkan agar Ayahnda Nuh a.s. tidak bersedih hati
atas tuduhan bohong dan penghinaan orang-orang kafir kerana Allah s.w.t. akan
menenggelamkan mereka semua. Allah s.w.t. memerintahkan membuat kapal(perahu)
keselamatan (safinatu an-najah), dan diberitahu bahwa dalam pembuatan
kapal(perahu) itu akan sentiasa mendapat inayah dan perlindungan Allah s.w.t.
Allah melarang agar jangan merasa belas kasihan untuk menyelamatkan orang-orang
kafir dengan kapal(perahu) itu, kerana mereka itu akan diberi hukuman dengan
ditenggelamkan.
Dalam
merakit kapal itu, Ayahnda Nuh a.s. tidak hanya sekadar berdoa kepada Allah
s.w.t. Tetapi memanggil tukang-tukang kayu untuk mengerjakannya. Mereka dengan
rajin dan tekun bekerja siang dan malam menyelesaikan pembinaan kapal yang
diperintahkan itu.
Hal
itu mengundang ejekan orang-orang kafir dan kesombongan mereka terhadap Ayahnda
Nuh a.s. Mereka mengejek dan mengolok-olok dengan mengatakan: "Wahai Nuh!
Sejak bila engkau telah menjadi tukang kayu dan pembuat kapal? Bukankah engkau
seorang nabi dan rasul menurut pengakuanmu, kenapa sekarang menjadi seorang
tukang kayu dan pembuat kapal. Dan kapal yang engkau buat itu di tempat yang
jauh dari air ini adalah maksudmu untuk ditarik oleh kerbau ataukah
mengharapkan angin yang akan menolak kapalmu ke laut? "Dan lain-lain kata
ejekan yang diterima oleh Ayahnda Nuh a.s.
Ayahnda
Nuh a.s. dengan sikap dingin dan tersenyum seraya menjawab: "Baiklah
tunggu saja saatnya nanti, jika kamu sekarang mengejek dan mengolok-olok kami
maka akan tibalah masanya kelak bagi kami untuk mengejek kamu dan akan kamu
ketahui kelak untuk apa kapal yang kami siapkan ini. Tunggulah saatnya azab dan
hukuman Allah menimpa atas diri kamu. Kerana aku telah mengetahui siapa yang
akan ditimpa azab dan kehancuran, dan kamu juga akan mengetahuinya nanti siapa
yang akan dijerumuskan ke dalam siksa dunia. Kemudian, kelak di akhirat akan
mendapat siksa yang abadi."
Firman
Allah s.w.t. dalam surah Huud ayat 36 hingga
39.
“Dan diwahyukan kepada Nuh, ‘Bahwasanya
sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang yang telah
beriman (sahaja), kerana itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang
selalu mereka kerjakan (36). Dan buatlah bahtera (kapal) itu dengan pengawasan
dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang
orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan (37).
Dan mulailah Nuh membuat bahtera (kapal). Dan setiap kali pemimpin kaumnya
berjalan meliwati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh : ‘Jika kamu mengejek
kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian
mengejek (kami) (38). Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab
yang menghinakannya dan yang akan ditimpa azab yang kekal (39).”
Permulaan Datangnya Banjir
Setelah
Ayahnda Nuh a.s. selesai membina kapal, tampaklah tanda-tanda akan datangnya
azab, yakni memancarnya air dari tanah. Allah s.w.t. memerintahkan Ayahnda Nuh
a.s. mengumpulkan semua jenis tumbuh-tumbuhan dan haiwan-haiwan, masing-masing
satu pasang (jantan dan betina) untuk dibawa serta ke dalam kapal pada saat
banjir besar tiba yang akan memusnahkan seluruh kehidupan, sehingga dapat
dijadikan bibit-bibit kehidupan sesudah banjir nanti. Demikian pula Allah
s.w.t. memerintahkan agar Ayahnda Nuh a.s. membawa serta seluruh keluarganya
dan orang-orang mukmin, kecuali seorang anak dan isterinya yang kafir.
Ayahnda
Nuh a.s. segera menyiapkan kapalnya dan memerintahkan seluruh orang-orang
mukmin, “Naiklah dengan mendahulukan kaki
kanan serta berzikir kepada Allah sampai kalian turun nanti. Kerana kapal(perahu)
itu sama sekali bukan sebagai sebab keselamatan kalian, akan tetapi hadapkanlah
hati kalian kepada Allah kerana hakikatnya Dia-lah yang menjalankan dan
memberhentikan kapal(perahu) ini, sebagaimana kalian menyebut (zikir) asma
Allah, kerana Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang terhadap hamba yang
beriman sehingga kalian diselamatkan dari kebinasaan.”
Kemudian
tercurahlah dari langit dan memancur dari bumi air yang deras dan dahsyat yang
dalam sekelip mata telah menjadi banjir besar melanda seluruh kota dan desa
menggenangi daratan yang rendah mahupun yang tinggi sampai mencapai puncak
bukit-bukit sehingga tiada tempat berlindung dari air bah yang dahsyat itu
kecuali kapal Nabi Nuh yang telah terisi penuh dengan para orang mukmin dan
pasangan makhluk yang diselamatkan oleh Ayahnda Nuh a.s. atas perintah Allah
s.w.t.
Dengan
iringan "Bismillah majraha wa
mursaha" belayarlah kapal Nabi Nuh dengan lajunya menyusuri lautan
air, menentang angin yang kadang kala lemah lembut dan kadang kala ganas dan
ribut. Di kanan kiri kapal terlihatlah orang-orang kafir bergelut melawan
gelombang air yang menggunung berusaha menyelamat diri dari cengkaman maut yang
sudah sedia menerkam mereka di dalam lipatan gelombang-gelombang itu.
Firman
Allah s.w.t. dalam surah Huud ayat 40
hingga 42.
“Hingga apabila perintah Kami dating dan
dapur (permukaan bumi yang memancarkan air hingga menyebabkan timbulnya taufan)
telah memancarkan air, Kami berfirman, ‘Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari
masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali
orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang
beriman.’ Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit (40). Dan
Nuh berkata : ‘Naiklah kamu sekalian kedalamnya dengan menyebut nama Allah di
waktu berlayar dan berlabuhnya.’ Sesungguhnya Tuhanku benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (41). Dan bahtera itu berlayar membawa mereka
dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya (nama anak Ayahnda
Nuh a.s. yang kafir itu Kan’aan, sedang putra-putranya yang beriman ialah Sam,
Ham dan Yarfis) – sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil : ‘Hai
anakku, naiklah (kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama
orang-orang yang kafir(42).”
Tiada ulasan:
Catat Ulasan