Ayahnda

Ayahnda

Jumaat, 3 Ogos 2012

Hati yang Besar dan Sifat Berani Ayahnda Ibrahim a.s.




“Dan taatilah Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan kekuatanmu hilang dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Surah Al-Anfal ayat 46)

Assalammu’alaikum…wrt, Alhamdulillah hari ini Jumaat penghulu segala hari 03/08/2012M bersamaan 14/09/1433H telah masuk sessi pertengahan bulan Ramadhan yang mana sessi Pengampunan oleh Allah s.w.t. untuk hamba-hambaNya yang berpuasa dengan hati yang ikhlas dan tawadhuk. Semoga hamba dan saudara/i sekalian sama-sama mendapat pengampunan-Nya dan rahmat-Nya, insyaAllah.

Ayahnda Ibrahim a.s orang yang berhati besar.


Ayahnda Ibrahim a.s. adalah pelita penerang para Nabi Allah s.w.t. dan orang-orang yang beriman pada setiap masa. Bahkan ia adalah contoh yang baik dan luhur yang telah dijadikan Allah Ta’ala untuk seluruh umat manusia.

Dan apabila kita ingin memberikan sifat bagi Ayahnda Ibrahim a.s., kita tidak mendapatkan suatu ungkapan yang lebih mendalam dan lebih utama daripada mensifatkannya dengan sifat seorang yang berhati besar. Hati yang menjadi tanda di dalam kelembutan, kemurahan, kasih sayang, dan keselamatan dari kedengkian dan sifat-sifat yang tercela.

Dan bagaimana Ayahnda Ibrahim a.s. tidak akan membawa hati yang seperti ini, sedang ia adalah orang yang menyeru kepada keselamatan hati, orang yang berbicara tentang tempat kembali manusia pada hari kiamat;


“(Yaitu) di hari harta dan anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Surah As-Syura ayat 88 dan 89)

Suatu perkataan indah yang ketinggiannya tidak dapat dicapai oleh pandangan filsafat apapun dan yang tidak dapat dikalahkan oleh aliran akhlak apapun. Kerana dia telah memberikan kepada umat manusia batasan tujuan yang harus dijadikan pusat perhatian mereka dalam mencapai ketinggian kemanusiaan dan kebahagiaan yang abadi, yaitu memperhatikan keselamatan hati mereka dan mensucikannya dari kejahatan-kejahatan dan dosa-dosa.


Sesungguhnya letak keagungan Ayahnda Ibrahim a.s. adalah hatinya yang telah melapangkan seluruh manusia. Kerana hatinya itu adalah penjagaan bagi dirinya dalam rangka membahagiakan umat manusia, baik mereka yang asal keturunannya lebih dekat kepadanya mahupun mereka yang tidak mempunyai hubungan kerabat kepadanya.

Kerana ia sangat ingin menyampaikan kebaikan kepada mereka dan menyelamatkan mereka dari beribadat kepada berhala-berhala yang tersebar di kalangan mereka, yaitu ibadah yang telah membelengu akal fikiran dan yang telah menjadikan mereka mangsa bagi khurafat-khurafat (cerita-cerita bohong), yaitu ibadat yang telah memperkosa mereka dengan beban-beban yang merugikan dan memberati persiapan-persiapan mereka, seperti penyajian kurban-kurban kepadanya berupa makanan, minuman dan sembelihan-sembelihan yang hilang begitu saja tanpa balasan, yaitu ibadah yang dimurkai oleh Allah Yang Maha Esa lagi Maha Pemberi balasan, kerana penyimpangan dari beribadah kepada-Nya menjadi beribadah kepada benda-benda mati yang tidak sadar dan tidak mendengar.


Kemudian Ayahnda Ibrahim a.s. yang berhati besar ini tidak tahan melihat orang tuanya yang bangga di dalam kesesatan dan tenggelam di dalam beribadat kepada berhala-berhala. Maka ia berusaha memberikan petunjuk dengan akal dan logika. Akan tetapi, orang tua yang akalnya telah membatu ini menyambut Ibrahim a.s. dengan ancaman berupa rajam. Maka menjawablah anak ini, “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku.”

Sesungguhnya permohonan ampun Ayahnda Ibrahim a.s. untuk orang tuanya, setelah mendapatkan ancaman darinya, menunjukkan pada keikhlasannya kepada Allah Ta’ala, sebagaimana permohonan ampun itu telah keluar dari hati yang besar mengalir dengan kecintaan, belas kasihan dan kasih sayang.

Dan hati Ayahnda Ibrahim a.s. yang besar itupun telah terarah pula kepada kaumnya. Maka ia berdoa kepada Allah Ta’ala agar Dia menjauhkan mereka daripada beribadat kepada berhala-berhala.


“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata, ‘Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (Surah Ibrahim ayat 35)

Dan hati Ayahnda Ibrahim a.s. yang besar itu, juga berbelas kasihan kepada anak cucunya yang telah mengikatnya antara mereka dengan ikatan darah. Ia telah mencintai mereka dengan memberikan ketinggian dan kebaikan, dan ia mencintai mereka dengan suatu kecintaan yang menguasai segenap perasaannya. Sehingga ketika Allah Ta’ala memberikan imamah (kepemimpinan) kepadanya, ia tidak merasa puas untuk merasakan kelebihan ini dengan sendirinya. Maka ia berdoa kepada Tuhannya agar Dia melimpahkan nikmat itu kepada anak cucunya juga.

Allah s.w.t. berfirman,


“Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata, “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” (Surah al-Baqarah ayat 124)


Dan hati Ayahnda Ibrahim a.s. yang besar itu mendorongnya untuk memohon kepada Allah s.w.t. agar menjadikannya orang yang tetap mendirikan solat, yang mana itu adalah perkara yang paling penting untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya. Kemudian ia tidak merasa cukup doa itu hanya untuk dirinya sendiri, tapi ia menyertakan anak cucunya di dalam doa itu,


“Ya Tuhanku, jadikan aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan solat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (Surah Ibrahim ayat 40)

Kemudian hati Ayahnda Ibrahim a.s. yang besar itu merasa kasihan kepada kaumnya, walaupun ia mendapat penyiksaan dan pengusiran dari mereka. Maka ia tidak memohon kehancuran bagi orang yang mendurhakainya dan tidak pula mensegerakan azab bagi mereka, akan tetapi ia memohonkan ampunan Allah Ta’ala dan rahmat-Nya untuk mereka,


“Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan daripada mereka, maka barangsiapa yang mengikutiku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah Ibrahim ayat 36)


Dan hati Ayahnda Ibrahim a.s. yang besar itu tidak tega bila azab akan menimpa seseorang, walaupun orang itu memang berhak menerimanya. Maka ketika para malaikat datang untuk menurunkan azab kepada kaum Luth, bergeraklah perasaan hatinya. Lalu ia bersoal jawab dengan Tuhannya, dengan harapan semoga Dia mengulurkan belas kasihan-Nya kepada orang-orang yang durhaka itu. Allah s.w.t. berfirman,

“Diapun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah.” (Surah Huud ayat 74 dan 75)

Soal jawab ini telah diisyaratkan oleh Al-Quran, dan perinciannya terdapat di dalam Safru at takwin. Allah s.w.t. berfirman,

“Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada Ibrahim dengan membawa khabar gembira, mereka mengucapkan, ‘Selamat”. Ibrahim telah menjawab, ‘Selamatlah!’, maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata, ‘Jangan kamu takut, sesungguhnya kami adalah (malaikat-malaikat) yang diutus kepada kaum Luth.’ Dan isterinya berdiri (disampingnya) lalu dia tersenyum, maka kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan sesudah Ishaq (lahir pula) Ya’akub. Isterinya berkata, ‘Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sudah tua pula? Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.’ Para malaikat itu berkata, ‘Apakah kamu merasa heran tentang ketetapan Alah? (Itu adalah) rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, hai ahlulbait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.’ Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan berita gembira telah datang  kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan (malaikat-malaikat) Kami tentang kaum Luth. Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah. Hai Ibrahim, tinggalkan soal jawab ini, sesungguhnya telah datang ketetapan Tuhanmu, dan sesungguhnya mereka itu akan didatangi azab yang tidak dapat ditolak.” (Surah Huud ayat 69 hingga 76)



Pelajaran dalam KEBERANIAN

Sesungguhnya di dalam kehidupan Ayahnda Ibrahim a.s. terdapat pelajaran tentang keberanian dan berani mati di jalan dasar dan aqidah. Maka Ayahnda Ibrahim a.s. berdiri langsung di hadapan kaumnya yang telah dirasuki ibadat terhadap berhala-berhala untuk menyalahkan keyakinan-keyakinan mereka dan menyeru mereka dengan argumentasi dan keterangan untuk meninggalkan ibadat itu.


Akan tetapi, alangkah sulitnya seruan itu. Kerana, tidak ada yang lebih sulit bagi manusia daripada merubah keyakinan-keyakinannya yang terwarisi sehingga menempati tempat pensucian dan pemuliaan di dalam dirinya, dan tidak ada yang lebih banyak membangkitkan amarahnya daripada menyalahkan keyakinan-keyakinannya. Oleh kerana itu, kepentingan Ayahnda Ibrahim a.s. berada dalam kesulitan yang memerlukan keberanian dan kesabaran untuk menerima penyiksaan dari kaumnya yang untuk pertama kalinya telah dilancarkan oleh orang tuanya yang berkata kepadanya,


“Jika kamu tidak berhenti, maka niscaya kamu ku rajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” (Surah Maryam ayat 46)


Ayahnda Ibrahim a.s. belum mendapatkan dari kaumnya telinga-telinga yang mau mendengar seruannya, bahkan ia mendapat penolakan dan permusuhan serta pengusiran. Keadaan yang seperti itu tidaklah mematahkan semangatnya dan tidak pula kelemahan memasuki hatinya, bahkan ia memperlihatkan kepada kaumnya senjata yang lebih ampuh dan lebih kuat, yakni senjata yang dapat menghancurkan keyakinan-keyakinan mereka dan meruntuhkan bangunan-bangunan suci mereka.

Sesungguhnya senjata itu untuk menghancurkan kebatilan dengan tangan yang lebih besar pengaruhnya daripada menghancurkan kebatilan dengan perkataan yang tidak mendapatkan manfaat dari mereka. Senjata itu adalah senjata praktis yang digunakan Ayahnda Ibrahim a.s. untuk menghancurkan berhala-berhala mereka.

Hasil dari pekerjaan ini tampak jelas bagi mata, baik itu kematiannya yang menyakinkan, maupun pemberian kepuasan kepada kaumnya dengan meninggalkan ibadat kepada berhala-berhala.


Ini adalah cara praktis yang digunakan Ayahnda Ibrahim a.s. untuk memperlihatkan kepada kaumnya bahwa sembahan-sembahan mereka itu tidak dapat menjaga dirinya sendiri, maka bagaimana ia dapat menjaga atau memberikan kebaikan dan kejahatan kepada mereka sebagaimana yang mereka yakini!!

Satu-satunya yang ingin digunakan oelh Ayahnda Ibrahim a.s. untuk memperlihatkan kepada kaumnya bahwa sembahan-sembahan mereka itu tidak mendengar, tidak melihat dan tidak berbicara. Maka ketika Ayahnda Ibrahim a.s. ditanya tentang orang yang merosak berhala-berhala itu, ia menjawab,


“Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya, maka tanyakanlah kepada berhala itu, jika mereka dapat berbicara.” (Surah Al-Anbiya’ ayat 63)


Perbuatan ini telah meledakkan amarah kaumnya. Maka mereka mengadili dan menjatuhkan hukuman mati kepadanya dengan dibakar. Akan tetapi Ayahnda Ibrahim a.s. tidak gentar dan goyah sehingga kehilangan kesadarannya, bahkan ia tetap berdiri tegak di hadapan orang banyak dengan tenang menuju tempat kembalinya dan penuh kepercayaan kepada Allah Rabbul’alamin.

Dan ia adalah ajaran yang diberikan kepada para penyeru perbaikan, yang menguatkan jiwa mereka, dan yang melebur tempat keraguan, ketakutan dan kelemahan yang ada pada mereka untuk merubahnya menjadi jiwa yang lebih BERANI dan lebih KUAT.

Wallahu’alam.

Derang, Kedah.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan