Assalammu'alaikum...wrt, hari ini Selasa, 07/08/2012M bersamaan 18/09/1433H sehari selepas peringatan hari Nuzul Al-Quran, selamat berpuasa buat saudara/i sedang pembaca sekalian.
Mengorbankan diri dan anak dijalan Allah s.w.t.
Berkorban yang diperintahkan Allah Ta'ala kepada Ayahnda Ibrahim a.s., yaitu menyembelih anaknya Ismail a.s., dan penerimaan Ayahnda Ibrahim a.s. dan Ismail a.s untuk melaksanakan perintah Ilahi ini dengan ridha dan jiwa yang bersih, adalah dua peristiwa yang paling penting dan paling menonjol dalam sejarah pengorbanan, terutama bila kita melihatnya dari segi yang meliputi pengorbanan ini.
Ayahnda Ibrahim a.s. adalah orang yang sangat ingin mempunyai keturunan, yang kemudian dianugerahi seorang putera dalam usianya yang sudah tua. Lalu anak yang menjadi buah hatinya, tumpuan hidupnya dan pewaris namanya ini, diperintahkan oleh Allah s.w.t. untuk mengorbankannya, sebagai ujian bagi imannya agar Dia melihat kadar ketaatannya terhadap perintah-Nya.
Ayahnda Ibrahim a.s. berkata kepada anaknya dalam perkara yang sangat penting ini, sedang hatinya hampir-hampir tidak dapat lepas dari kesedihan. Maka Ismail a.s. menjawab dengan perkataannya,
"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Surah As-Saffat ayat 102)
Sesungguhnya pena akan menjadi lemah untuk melukiskan kandungan perkataan di dalamnya terjelma keridhaan yang sempurna akan pengorbanan diri di jalan Allah Ta'ala. Pengorbanan ini dapat ditinjau dari dua sudut, pengorbanan seorang ayah dengan anaknya, dan pengorbanan anak dengan dirinya.
Ini adalah setinggi-tinggi gambaran iman dan sejelas-jelasnya di dalam sejarah kemanusiaan. Maka sesungguhnya iman itu bukanlah pengakuan-pengakuan yang ditelan oleh mulut-mulut, iman itu bukanlah suatu hiburan bagi kesedihan-kesedihan pada masa-masa tertentu, dan iman itu bukanlah salah satu di antara pandangan-pandangan yang telah menyibukkan akal untuk mengungkap rahsia-rahsianya, akan tetapi iman adalah masukan yang menyeluruh ke dalam kehendak-kehendak Allah Ta'ala yang berpusat di dalam perbuatan dengan wasiat-wasiat dan perintah-perintahNya serta dengan pengorbanan yang mahal dan berharga di jalan Allah Ta'ala.
Ayahnda Ibrahim a.s. berkata kepada anaknya dalam perkara yang sangat penting ini, sedang hatinya hampir-hampir tidak dapat lepas dari kesedihan. Maka Ismail a.s. menjawab dengan perkataannya,
"Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insyaAllah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." (Surah As-Saffat ayat 102)
Sesungguhnya pena akan menjadi lemah untuk melukiskan kandungan perkataan di dalamnya terjelma keridhaan yang sempurna akan pengorbanan diri di jalan Allah Ta'ala. Pengorbanan ini dapat ditinjau dari dua sudut, pengorbanan seorang ayah dengan anaknya, dan pengorbanan anak dengan dirinya.
Ini adalah setinggi-tinggi gambaran iman dan sejelas-jelasnya di dalam sejarah kemanusiaan. Maka sesungguhnya iman itu bukanlah pengakuan-pengakuan yang ditelan oleh mulut-mulut, iman itu bukanlah suatu hiburan bagi kesedihan-kesedihan pada masa-masa tertentu, dan iman itu bukanlah salah satu di antara pandangan-pandangan yang telah menyibukkan akal untuk mengungkap rahsia-rahsianya, akan tetapi iman adalah masukan yang menyeluruh ke dalam kehendak-kehendak Allah Ta'ala yang berpusat di dalam perbuatan dengan wasiat-wasiat dan perintah-perintahNya serta dengan pengorbanan yang mahal dan berharga di jalan Allah Ta'ala.
Betapa kita sangat memerlukan pelajaran ini di zaman yang harta, tahta, pangkat, anak dan wanita memberikan pengaruh terhadap kecintaan manusia, dan yang kecintaan itu mempengaruhi mereka atas segala sesuatu, sehingga semua itu menjadi tuhan-tuhan selain Allah Ta'ala. Dan alangkah hinanya manusia itu, apabila ia terikat oleh perhiasan kehidupan dunia yang fana ini dan meninggalkan hakikat yang kekal di mana ini sesungguhnya adalah sebab daripada adanya dan sumber kelangsungan hidupnya.
Berkorban apa saja
Harta atau pun nyawa
Itulah kasih mesra
Sejati dan mulia
Kepentingan sendiri
Tidak diingini
Bahagia kekasih
Saja yang diharapi
Berkorban apa saja
Harta atau pun nyawa
Itulah kasih mesra
Sejati dan mulia
hmm... hmm... hmm...
Untuk menjadi bukti
Kasih yang sejati
Itulah tandanya
Jika mahu diuji
Berkorban apa saja
Harta atau pun nyawa
Itulah kasih mesra
Sejati dan mulia
Madah Hang Tuah kepada Tun Teja tentang Pengorbanan
Penyembahan berhala-berhala dan sebagainya
Suatu teriakan yang telah menggoncangkan Babilonia yang telah dilontarkan oleh Ayahnda Ibrahim a.s. semenjak kira-kira tiga puluh lapan kurun terhadap penyembahan berhala-berhala, suatu teriakan yang masih nyaring di setiap zaman dan lingkungan, kerana penyembahan terhadap berhala-berhala itu adalah penyembahan yang hina, yang di dalamnya terdapat penghinaan terhadap akal manusia dan itu adalah buah daripada cerita-cerita bohong, angan-angan dan kebatilan-kebatilan. Yang mana pengaruh-pengaruhnya masih sentiasa melekat di dalam jiwa pada kurun kedua puluh satu, kurun ilmu dan pengetahuan ini.
Maka beberapa agama di dunia masih sentiasa membangunkan berhala-berhala sebagai tanda bagi tuhan-tuhannya yang banyak, mulai dari planet-planet langit sampai kepada binatang-binatang ladang, burung-burung langit dan berakhir kepada kera-kera, ular-ular, gajah-gajah dan lembu-lembu. Akan tetapi apa alasan berlanjutnya penyembahan terhadap berhala-berhala hingga zaman yang akal manusia telah mencapai kedewasaan?
Jika kita ingin mengungkap sebab-sebab yang tersembunyi dan faktor-faktor yang mendiktekan penyembahan berhala-berhala kepada manusia, kita akan melihat bahwa hal itu kembali kepada faktor-faktor ikut-ikutan kepada nenek moyang. Al-Quran menetapkan hal itu dengan terang semenjak empat belas abad, yaitu ketika berbicara tentang zaman Ayahnda Ibrahim a.s. yang pada masa itu telah tersebar penyembahan berhala-berhala, dan tentang alasan-alasan yang dikemukakan oleh masyarakat ketika itu untuk peribadatan mereka. Allah s.w.t. berfirman,
"Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim. Ketika ia berkata kepada bapaknya dan kaumnya, 'Apakah yang kamu sembah?' Mereka menjawab, 'Kami menyembah berhala-berhala dan kami sentiasa tekun menyembahnya.' Berkata Ibrahim, 'Apakah berhala-berhala itu mendengar (doa)mu sewaktu kamu berdoa (kepadanya)?, atau (dapatkah) mereka memberi manfaat kepadamu atau memberi mudharat?' Mereka menjawab, '(Bukan kerana itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian." (Surah As-Syu'ara ayat 69 - 74)
Sesungguhnya jawapan kaum Ayahnda Ibrahim a.s. bahwa mereka menyembah berhala-berhala itu hanya kerana mengikuti nenek moyang dan bukan kerana sebab lain, adalah suatu pengakuan yang tersembunyi bahwa memang berhala-berhala mereka itu tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula dapat memberikan mudharat.
Dan Al-Quran menyebutkan alasan lain dari penyembahan mereka terhadap berhala-berhala,
"Dan berkata Ibrahim, 'Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini." (Surah Al-Ankabut ayat 25)
Ayahnda Ibrahim a.s. berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah Ta'ala itu bukanlah untuk keyakinan dan kepuasan, akan tetapi untuk basa-basi di antara kamu demi melestarikan perasaan kasih sayang atas anggapan bahwa hal itu adalah benar." Dan hal ini pasti terjadi pada kelompok-kelompok manusia yang tidak menempatkan aqidah pada tempat yang sesungguhnya.
Manusia moden sekarang telah menemukan macam-macam perkara lain dari berhala-berhala yang menjadi lambang. Ia menghadap kepadanya untuk menyembahnya selain Allah Ta'ala. Di antara berhala-berhala ini ialah penyembahan terhadap seseorang. Mereka ada para pemuka dan pemimpin yang disulap dengan kekuatan dan kekuasaan sehingga menjadi tuhan-tuhan selain Allah Ta'ala, kehidupan mereka digambarkan dengan cerita-cerita dan dongeng-dongeng fantastik sehingga membuat mereka berada dalam deretan tuhan-tuhan, dan perkataan mereka dijadikan kebenaran-kebenaran yang tidak dapat dibantah.
Dan di antara berhala-berhala yang diciptakan manusia adalah penyembahan terhadap bangsa, sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang Nazi ketika mereka menganggap bahwa bangsa adalah sumber mutlak bagi nilai-nilai. Sehingga mereka memberikan perlindungan pertama kepadanya, dan membuat baginya semboyan yang menghapus hak dan keadilan insani, yaitu 'Jerman berada di atas seluruh bangsa'. Semboyan yang menjadi salah satu penyebab terjadinya Perang Dunia II yang telah menelan korban kira-kira 70 juta manusia.
Memang, negara mempunyai nilai dan harga. Akan tetapi bukan sampai kepada batas pensucian yang mutlak dan tujuan yang paling jauh. Kerana, tujuan yang paling tinggi yang wajib dicapai oleh manusia adalah beribadah kepada Allah Ta'ala semata-mata dan melaksanakan wasiat-wasiatNya yang memerintah untuk menghormati manusia, mencintai dan mempergaulinya dengan adil dan benar, tanpa melihat kebangsaan dan warna kulitnya.
Wallahu'alam. Sekian Wassalam.
Selesai catatan pada 6.50ptg di Kg. Utan Aji, Perlis.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan